Tugas Makalah Asia Tenggara :
PROSES MASUKNYA ISLAM
DI BRUNEI DARUSALAM
OLEH :
AMAN MAKRUF
A1 A2 11 083
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2012
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Puji Syukur Alhamdulillah, tak lupa penulis
panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya
lah sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada
waktu yang telah di tentukan. Dengan pokok bahasan “Proses masuknya Islam di
Brunei Darusalam”.
Penulis menyadari bahwa sanya penyusunan makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Guna melengkapi atau
memperbaiki makalah ini selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan dapat memberikan
manfaat pula bagi pembaca pada umumnya.
Kendari 3
November 2012
DAFTAR
ISI
HALAMAN SAMPUL………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG…………………………………………………….
B.
RUMUSAN
MASALAH…………………………………………………
C.
TUJUAN…………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A.
Sejarah Singkat Brunei
Darusalam………………………..........................
B.
Masuk Dan Berkembangnya Islam
Di Brunei……………………………
C. Kerajaan – Kerajaan Di Brunei
Darussalam……………………………...
D.
Kerajaan Islam Melayu Fenomena ; Malayu
Islam
Braja (Mid)…………
E. Periode
Pemerintahan…………………………………………………….
F. Wilayah
Kekuasaan………………………………………………………
G. Struktur Pemerintahan……………………………………………………
H. Kehidupan
Sosial Budaya………………………………………………..
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN
…………………………………………………………..
B.
SARAN……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam perkembangannya Islam
mengalami kemajuan yang sangat signifikan, meskipun pada Negara tertentu
mengalami fliktuasi, dan bahkan ada yang hamper punah seperti halnya di
Spanyol. Penyebaran islam terjadi dengan berbagai cara, diantaranya ialah orang
– orang islam yang pergi kesuatu daerah dengan tujuan berdakwah, selain itu ada
pula yang bertujuan berdagang tetapi sambil mendakwahkan Islam sebagai
agamanya. Kemudian selain berdakwah dan berdagang, mereka juga melakukan
perkawinan dengan anak bangsawan, penguasa dan lain sebagainya.
Karena Islam masuk kesuatu
daerah tidak dengan paksaan, Islam juga tidak mengenal pembagian kasta dalam
masyarakat karena menganggap kedudukan manusia itu sama di mata Tuhan, dan
proses masuknya Islam yang berusaha membaur dengan suatu adat istiadat disuatu daerah,
membuat proses masuknya Islam menjadi mudah diterima oleh suatu masyarakat
dimana proses penyebaran itu dilakukan.
Sejarah masuk dan
berkembangnya Islam di Asia Tenggara dikalangan sejarawan, khususnya dalam
aspek kebudayaan, masih belum terungkap secara sempurna. Menurut Azyumardi Azra
hal ini disebabkan antara lain karena kajian sejarah islam dengan berbagai
aspeknya di Asia Tenggara, baik itu dari kalangan orang asing maupun dari
kalangan orang pribumi belum mampu merumuskan suatu paradigm sejarah yang dapat
dijadikan pegangan bersama yang kadang – kadang sulit untuk dipertemukan atau
disatukan antara satu dengan yang lain.
Dan dalam pembahasan ini,
penulis mengambil suatu Negara kecil yang ada di Asia Tenggara untuk dijadikan
fokus pokok pembahasan dalam makalah ini. Satu hal yang menarik dari negara ini,
karena Brunei merupakan suatu negara yang agak tertutup dengan dunia luar.
Sehingga kajian – kajian tentang negara ini dari beberapa aspek, agak sulit
untuk ditemukan. Hal ini mungkin disebabkan karena Brunei merupakan negara yang
makmur.
B.
Rumusan Masalah
1.
Mengetahui sejarah singkat
Brunei Darussalam
2.
Mengetahui proses masuk dan
berkembangnya Islam di Brunei Darussalam
3.
Mengetahui kerajaan –
kerajaan di Brunei Darussalam
4. Kerajaan
Islam Melayu Fenomena
; Malayu Islam Braja Mid
5. Periode
Pemerintahan
6. Wilayah
Kekuasaan
7. Struktur
Pemerintahan
8. Kehidupan
Sosial Budaya.
C.
Tujuan
1. Menambah
pengetahuan tentang bagaimana penyebaran islam di Asia Tenggara khususnya di
Brunei Darussalam.
2. Menumbuhkan
kesadaran bahwa betapa beratnya penyebaran islam ke seluruh dunia.
3. Mendorong
orang agar menceritakan kepada yang lain yang belum tahu sejarah islam.
4. Memotifasi
kalangan umat islam untuk ikut serta menyebarkan ajaran islam ke pelosok yang
belum mengenal islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH SINGKAT BRUNEI DARUSSALAM
Negara Brunei Darussalam merupakan salah satu negara kecil di Asia
Tenggara jika dibandingkan dengan negara tetangganya (Malaysia dan Indonesia). Secara
geografis Brunei Darussalam terletak di pantai Barat Laut Kalimantan. yang di
bagian Baratnya merupakan daratan pantai yang berawa dan disebelah Timurnya
berbukit. Nama Brunei Darussalam mengandung arti suatu “negara yang penuh
dengan kedamaian” dan beribu kotakan Bandar Sri Bagawan. Brunei terbagi atas
empat distrik atau bagian yaitu : Distri Brunei, Distrik Tutong, Distrik
Belait, dan Distrik Temburong.
Dari berbagai sumber seperti Catatan Arab, Cina, dan Tradisi Lisan.
Banyak yang menyatakan bahwa Brunei merupakan Negara kerajaan tertua di Malayu dan
menjadikan Malayu sebagai bahasa utama. Dari berbagai catatan China, Brunei
dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau
Puni dan catatan arab dikenal dengan
istilah Dzabaj atau Ranjd.
Brunei zaman dahulu disebut dengan kerajaan Borneo dan kemudian
berubah menjadi Brunei, nama Borneo ini diduga merupakan nama lain dari pulau
Kalimantan. Ada versi lain yang mengatakan Brunei berasal dari kata Baru nah yang dalam sejarah dikatakan
bahwa pada awalnya ada rombongan Klan atau suku sakai yang dipimpin oleh Patih
Berbia yang pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru.
Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang kedudukannya sangat strategis karena
diapit oleh bukit dan air sehingga bisa untuk transportasi dan kaya akan ikan
sebagai sumber pangan yang banyak di sungai. Dan merekapun mengucapkan kata Baru nah yang artinya tempat itu sangat
baik, berkenan dan sesuai hati mereka untuk mendirikan suatu negeri yang sesuai
dengan yang mereka inginkan.
Klan atau suku Sakai yang dimaksudkan di atas merupakan serombongan
pedagang dari China yang gemar berniaga dari satu tempat ke tempat yang lain.
Dan konon katanya pada awalnya kerajaan Brunei merupakan pusat perdagangan
orang – orang China. Brunei merupakan negara termuda diantara negara – negara
rumpun Malayu, karena Brunei Darussalam baru diproklamatirkan sebagai suatu
negara merdeka pada tanggal 1 Januari 1984.
Brunei Darussalam merupakan negara yang bersendikan ajaran – ajaran
“ahlu al sunnah wal jamaah” dan Mazhab
Syafi’i ditetapkan sebagai Mazhab resmi negara dalam perlambangan negara.
Bahkan didapatkan informasi bahwa itu telah ditetapkan jauh sebelumnya yaitu
sejak raja ke 24, Sultan Abdul Momin pada tahun 1852 – 1885, sedangkan Mazhab
lainnya dianggap sebagai kegiatan akademik saja. Sehingga Brunei Darussalam
merupakan satu – satunya negara di dunia yang menetapkan dasar negara tidak
hanya Islam tetapi juga Ahlussunnah Wal
Jamaah bermazhab Syafi’i. Islam masuk ke Brunei pada masa Raja ke 5, Sultan
Bolkiah pada tahun 1485 – 1524setelah jatuhnya Malaka ke Portugis.
Sebahagian ahli sejarah mengatakan bahwa Brunei sudah ada sejak
abad ke-7 atau abad ke-8 M. Kerajaan ini kemudian ditaklukkan oleh kerajaan
Sriwijaya pada awal abad ke-9 dan kemudian dijajah lagi oleh Majapahit. Ketika
Majapahit mulai runtuh, Brunei kemudian berdiri sendiri dan mencapai masa
kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan ke Lima Bolkiah yang berkuasa pada
tahun 1473 sampai 1521. Brunei pernah menguasai seluruh Pulau Kalimantan dan
Filipina.
Pada tahun 1888 Inggris yang pada saat itu merupakan negara
terkuat, masuk dan menjajah Brunei. dan mulai saat itu Brunei menjadi sekutu
Inggris dan pada saat yang bersamaan pula, Malaysia juga dikuasai Inggris.
Kemudian kedua penduduk dari negara tersebut bersatu dan mengadakan perlawanan
dan dalam rentan waktu yang panjang, kemudian kedua Negara tersebut merdeka.
Malaysia merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957, dan ketika itu Brunei masih
dinyatakan bergabung dengan dengan Malaysia. Setelah kemerdekaannya keadaan
Malaysia belum belum begitu stabil terutama pada tahun 1960-an karena orang –
orang China sering konflik dengan masyarakat Malayu. Dan Brunei dan Malayu yang
penduduknya rumpun melayu berusaha keras dalam mengamankan negaranya. Setelah
betul – betul aman, barulah Brunei memisahkan diri dari Malaysia.
PM Syarifuddin sebagaimana yang dikutip oleh Ajid Thohir mengatakan
dalam tulisannya yang sangat menarik bahwa Brunei pada (lima abad lalu) warganya
yang bermukim di Jerudong disebut orang Kedayan, dan berasal dari Jawa. Leluhur
mereka tiba di Brunei dimasa daulat Sultan Bolkiah. Inilah suku pertama di
Brunei.
Situasi politik di Brunei sangat tenang dan sumber kekayaan utama
dihasilkan adlah minyak mentah, dan gas cair yang begitu melimpah. Tanahnya pun
subur dan lahan pertanian seperti karet, merica, dan rempah – rempah cukup
menjanjikan. Kepala pemerintahannya dipimpin oleh Raja.
B.
MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI BRUNEI DARUSSALAM
Berkaitan
dengan masuknya Islam di Brunei ditemukan beberapa sumber yang berbeda yaitu :
a) Dalam
Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa Islam mulai diperkenalkan di Brunei
pada tahun 977 melalui jalur timur Asia Tenggara oleh pedagang-pedagang
dari negeri Cina. Islam menjadi agama resmi negara semenjak Raja Awang
Alak Betatar masuk Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Shah (1406-1408).
Perkembangan Islam semakin maju setelah pusat penyebaran dan kebudayaan Islam
Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511) sehingga banyak ahli agama Islam
pindah ke Brunei. Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa
pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5), yang wilayahnya meliputi Suluk,
Selandung, kepulauan Suluk, kepulauan Balabac samapai ke Manila. Masuknya Islam
di Brunei didahului oleh tahap perkenalan. Islam masuk secara nyata ketika raja
yang berkuasa pada saat itu menyatakan diri masuk Islam, lalu diikuti oleh
penduduk Brunei dan masyarkat luas. Sehingga cukup beralasan jika Islam
mengalami perkembangan yang begitu cepat.
b) Dalam
Ensiklopedi Nasional Indonesia dikatakan bahwa agama Islam masuk ke Brunei pada
abad ke-15. Sejak itu, kerajaan Brunei berubah menjadi kesultanan Islam. Pada
abad ke-16 Brunei tergolong kuat di wilayahnya, dan daerah kekuasaannya
meliputi pula beberapa pulau di Filipina selatan. Perubahan nama dari
kerajaan menjadi kesultanan memberi informasi bahwa Islam di Brunei mendapat
perhatian yang serius dari pihak pemerintah. Hal ini menjadi salah satu faktor
sehingga penganut agama Islam semakin bertambah banyak.
c) Di
sumber lain dikatakan bahwa silsilah kerajaan Brunei didapatkan pada Batu
Tarsilah yang menuliskan silsilah raja-raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak
Batatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan
Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan
1804-1807). Data ini menunjukkan sistim pemerintahan di Brunei adalah
kesultanan atau monarki mutlak Islam, dan semuanya sangat memeperhatikan Islam
sebagai agama resmi negara.
d) Menurut
Azyumardi Azra bahwa awal masuknya Islam di Brunei yaitu sejak tahun 977
kerajaan Borneo (Brunei) telah mengutus P’u Ali ke istana Cina. P’u Ali
adalah seorang pedagang yang beragama Islam yang nama sebenarnya yaitu
Abu Ali. Pada tahun itu juga diutus lagi tiga duta ke istana Sung, salah
seorang di antara mereka bernama Abu Abdullah. Peran para pedagang muslim
dalam penyebaran Islam di Brunei telah terbukti dalam catatan sejarah.
e) John
L. Esposito seorang orientalis yang pruduktif banyak menulis tentang sejarah
Islam, menurutnya bahwa Islam pertama kali datang di Brunei pada abad ke-15 dan
yang pertama kali memeluk Islam adalah raja Berneo. Pendapat Esposito ini
sejalan dengan pendapat lainnya bahwa pihak raja atau sultan yang lebih
awal menyatakan diri masuk Islam, lalu kemudian diikuti oleh masyarakatnya.
Data dan
informasi di atas memberi penegasan bahwa raja Brunei sejak dahulu
besar perhatiannya terhadap Islam dan dapat diterima oleh lapisan
masyarakat. Mereka dapat menerima Islam dengan baik ditandai dengan sambutan
positifnya terhadap kedatangan pedagang Arab Muslim. Islam masuk di
Brunei melalui suatu proses yang panjang tidak pernah berhenti. Menurut
Ahmad M. Sewang ada suatu proses yang dinamakan adhesi, yaitu proses
penyesuaian diri dari kepercayaan lama kepada kepercayaan baru (Islam).
Proses tersebut juga disebut proses islamisasi yang dapat berarti suatu proses
yang tidak pernah berhenti.
Kedatangan
Islam di Brunei membolehkan rakyat menikmati sistem kehidupan lebih tersusun
dan terhindar dari adat yang bertentangan dengan akidah tauhid. Awang Alak
Betatar adalah raja Brunei pertama yang memeluk Islam dengan gelar Paduka Seri
Sultan Muhammad Shah (sultan ke-1 tahun 1383-1402). Ia dikenal sebagai
penggagas kerajaan Islam Brunei. Awang penganut Islam sunni lebih dipecayai
dari pada Syarif Ali yang berketurunan ahl al-bait, yang bersambung
dengan keluarga Nabi Muhammad saw melalui pjalur cucunya Sayidina Hasan. Syarif
Ali dikawinkan dengan putri Sultan Muhammad Shah, setelah itu ia dilantik
menjadi raja Brunei atas persetujuan pembesar dan rakyat. Sebagai raja dan
ulama, Syarif Ali gigih memperjuangkan Islam dengan membangun masjid dan
penerapan hukum Islam. Satu hal yang menarik untuk diketahui bahwa meskipun
Syarif Ali berketurunan ahl al-bait, tetapi tidak menjadikan pola
pemerintahan yang berdasarkan pola kepemimpinan Syiah yang dikenal immah,
justru ia melanjutkan konsep kepemimpinan yang sudah ada yaitu sunni.
Raja-raja
Brunei sejak dahulu kala secara turun temurun adalah kerajaan Islam dan setiap
raja bergelar sultan. Di samping itu, kerajaan Brunei dalam kunstitusinya
secara tegas menyatakan bahwa kerajaan Brunei adalah negara Islam yang
beraliran sunni (ahl al-sunnah wa al-jama‘ah). Islam berkembang
di Brunei karena pihak kesultanan menjadikan sunni sebagai prinsip
ketatanegaraan dan pemerintahan dalam Islam. Menurut Hussin Mutalib bahwa pihak
Sultan pernah memperingatkan agar hati-hati terhadap Syiah. Aliran Syiah di
Brunei tidak mendapat posisi penting untuk berkembang bahkan menjadi ancaman
bagi Sultan.
Pada masa
Sultan Hassan (sultan ke-9 tahun 1582-1598), dilakukan beberapa hal yang
menyangkut tata pemerintahan: 1) menyusun institusi-institusi
pemerintahan agama, karena agama memainkan peranan penting dalam memandu negara
Brunei ke arah kesejahtraan, 2) menyusun adat istiadat yang dipakai dalam semua
upacara, di samping itu menciptakan atribut kebesaran dan perhiasan raja, 3)
menguatkan undang-undang Islam.
Pada tahun
1967, Omar Ali Saifuddin III (sultan ke-28 tahun 1950-1967) telah turun dari
tahta dan melantik putra sulungnya Hassanal Bolkiah menjadi sultan Brunei ke-29
(1967-sekarang). Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei Town telah
diubah namanya menajdi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa Baginda yang
meninggal dunia tahun 1986. Usaha-usaha pengembangan Islam diteruskan oleh Yang
Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Wadaulah. Di
antara usahanya yaitu pembinaan masjid, pendidikan agama, pembelajaran
al-Qur’an dan perundang-undangan Islam.
Setelah Brunei
merdeka penuh tanggal 1 Januari 1984, Brunei menjadi sebuah negara Melayu Islam
Braja. Melayu diartikan sebagai negara Melayu yang memiliki unsur-unsur
kebaikan dan menguntungkan. Islam diartikan sebagai suatu kepercayaan yang
dianut negara yang bermazhab ahl al-sunnah wa al-jama’ah sesuai dengan
kontitusi cita-cita kemerdekaan, sedang Braja diartikan sebagai
suatu sistem tradisi Melayu yang telah lama ada. Penduduk Brunei yang mayoritas
Melayu dan penganut agama Islam terbesar di Brunei tentu saja merekalah yang
menentukan tatanan negara dengan tetap memperhatikan kemajuan Islam yang
berhaluan ahl al-sunnah wa al-jama‘ah dan menjaga kelestarian dan
mempertahanakan adat istiadat yang berlaku.
Islam sebagai
agama resmi negara Brunei dan agama mayoritas, namun agama lain tidak
dilarang. Kementerian agama Brunei berperan besar dalam menentukan
kebijaksanaan dan aturan bagi penduduknya. Buku-buku keagamaan harus lebih
dahulu melalui sensor kementerian itu sebelum boleh beredar di masyarakat. Segala
bentuk patung dilarang, walaupun patung Winston Churuchil dibangun di
perempatan utama di ibu kota Bandar Seri Begawan. Hukum Islam berpengaruh
besar pada undang-undang di negara itu. Kementerian agama sangat
berhati-hati terhadap unsur-unsur yang dapat merusak akidah tauhid,
sehingga buku pun harus disensor dan tidak lagi diizinkan pembangunan patung
yang dianggap juga dapat merusak iman seseorang.
Selain itu,
yang perlu juga diketahui bahwa Brunei sebagai negara Islam di bawah
pemimpin sultan ke-29 yaitu Sultan Hassanal Bolkiah. Sultan ini telah banyak
melakukan usaha penyempurnaan pemerintahan antara lain dengan melakukan
pembentukan majelis Agama Islam atas dasar Undang-Undang Agama dan Mahkamah
Kadi. Majelis ini bertugas menasehati Sultan dalam masalah agama Islam. Usaha
lain yang dilakukan yaitu menjadikan Islam benar-benar berfungsi sebagai
pandangan hidup rakyat Brunei dan satu-satunya idiologi negara. Untuk itu,
dibentuklah jabatan Hal Ehwal Agama yang bertugas menyebarkan paham Islam. Untuk
kepentingan penelitian agama Islam, pada tanggal 16 September 1985
didirikan pusat dakwah, yang juga bertujuan melaksanakan program dakwah serta
pendidikan kepada pegawai-pegawai agama dan masyarakat luas dan pusat pameran
perkembangan dunia Islam. Atas dasar itu, sehingga secara kuantitas
masyarakat Muslim di Brunei semakin hari semakin bertambah banyak.
Brunei sebagai
negara yang berpenduduk mayoritas muslim dan Sultan menjadikan Islam
sebagai idiologi negara, telah banyak melakukan aktifitas baik bersifat
nasional maupun internasioal. Di bulan Juni 1991, Brunei sebagai tuang rumah
penyelenggaraan Pertemuan Komite Eksekutif Dewan Dakwah Islam Asia
Tenggara dan Pasific, di bulan Oktober 1991, Sultan menghadiri pembukaan
Budaya Islam di Jakarta, di bulan Desember 1991, Sultan menghadiri
pertemuan Organisasi Konfrensi Islam (OKI) yang diselenggarakan di Qatar, di
bulan September 1992, didirikan lembaga yang bergerak di bidang finansial yaitu
Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB), lembaga keuangan ini dikelola secara
profesional sesuai dengan prnsip dasar Islam. Data sejarah ini menunjukkan
bahwa Sultan memiliki perhatian dan semangat besar untuk mengembangkan Islam
dan menyejahtrakan kehidupan umat Islam Brunei.
Untuk menjaga
keutuhan dan keharmonisan umat Islam Brunei, Sultan dalam sambutannya dalam
peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw. tahun 1991 mengeluarkan dekrit
yang isinya melarang organisasi al-Arqm melakukan aktifitas keagamaan.
Sultan memerintahkan seluruh jajaran pemerintahannya agar melarang organisasi
asing melakukan kegiatan yang dapat mengancam keutuhan dan keharmonisan umat
Islam yang selama ini sudah terbina dengan baik. Organisasi al-Arqm
dianggap organisai yang akan memeceh belah umat Islam dan berusaha
menghilangkan tradisi Melayu di Brunei.
Dalam satu
sumber dikatakan bahwa di Brunei seluruh pendidikan rakyat mulai dari tingkat
taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi ditanggung oleh negara atau diberikan
secara gratis. Perhatian negara terhadap peningkatan sumber daya manusia menjadi
prioritas, utamanya pengembangan sumber daya manusia islamik. Salah satu
langkah yang ditempuh dalam peningkatan ini yaitu negara mengirim sejumlah kaum
muda untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri atas biaya negara, sehingga
jumlah siswa yang dikirim setiap tahunnya mencapai angka 2000 orang. Pendidikan
gratis di semua tingkatan, menunjukkan bahwa Brunei adalah negara kaya.Meskipun
Brunei yang luas wilayahnya tergolong kecil, menempati urutan 148 di dunia
(setelah Siprus dan sebelum Trinidad dan Tobago) sebanding dengan luas wilayah
kabupaten Aceh Tengah. Anggota ASEAN ini merupakan salah satu negara
makmur di dunia dengan tingkat income percapita masuk 10 besar dunia. Karena
itu, sangat beralasan bila agama Islam di negara ini mengalami perkembangan
yang cepat dan mempunyai istana besar dan megah. Perdagangannya yang maju
antara lain menjadikan negara nomor satu dalam angka “Export per capita”
C.
KERAJAAN
– KERAJAAN DI BRUNEI DARUSSALAM
Kerajaan Brunei
merupakan salah satu kerajaan tertua di antara kerajaan-kerajaan lain di tanah Melayu. Keberadaan Kerajaan Brunei diperoleh
berdasarkan catatan Cina, Arab, dan tradisi lisan. Dalam catatan
sejarah Cina, Brunei pada
jaman dahulu dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni
dan Bunlai. Dalam catatan Arab, Brunei
disebut dengan Zabaj atau Randj. Sedangkan pada
catatan tradisi lisan Syair Awang Semaun (SAS), kata Brunei
berasal dari perkataan baru nah yang bermakna ”tempat yang sangat baik”.
Sumber-sumber dari berbagai bangsa yang meriwayatkan Brunei amat beragam.
Kerajaan Brunei dapat disebut sebagai kerajaan Melayu yang
paling lama bertahan. Dengan eksistensinya yang cukup lama, maka perunutan
sejarahnya juga memerlukan sistematika penulisan yang komprehensif, mencakup
fase-fase penting kepemimpinan. Dalam hal ini, sejarah Kerajaan Brunei dapat
ditelusuri melalui dua fase, yaitu fase pra-Islam pada masa Kerajaan Brunei
Tua, dan fase Islam pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Shah dengan nama
Kerajaan Brunei.
1. Kerajaan Brunei Pra-Islam
Data tentang
sejarah Kerajaan Brunei pra-Islam tidak banyak ditemukan. Beberapa
sumber, termasuk berbagai buku dari Pusat Sejarah Brunei sendiri hanya
menyentil sedikit data. Catatan-catatan mengenai Kerajaan Brunei pra-Islam yang
ditemukan hanya diperoleh melalui secuil manuskrip yang bersumber dari sejarah
Cina. Namun, catatan sejarah tersebut lebih banyak bercerita tentang Kerajaan
Puni. Hal itu dapat dimaklumi, karena Kerajaan Puni merupakan kerajaan terakhir
sebelum berubah menjadi Kerajaan Brunei dengan tata pemerintahan Islam.
Mengacu pada
sejarah Cina, Kerajaan Brunei telah ada semenjak abad ke-6 M. Hal itu terbukti
dengan adanya hubungan perdagangan Brunei dengan Dinasti Liang (502-566 M) di
Cina. Kala itu, Brunei lebih dikenal dengan nama Po-li. Penyebutan nama
Kerajaan Brunei berbeda-beda sesuai dengan sebutan yang digunakan oleh
masing-masing Dinasti Cina.
Selanjutnya,
Kerajaan Brunei tetap dikenal dengan sebutan yang sama pada masa Dinasti Tang
(618-906 M), dan berubah menjadi Po-lo saat terjadi hubungan perdagangan
dengan Dinasti Sung (960-1279 M), dan kemudian menjadi Po-ni (Puni)
semasa Dinasti Ming (1368-1643 M).
Letak geografis
Kerajaan Brunei pra-Islam, jika mengacu pada sejarah Cina ialah sebelah
tenggara Canton dengan jarak pelayaran dari Canton ke Brunei sejauh tiupan
angin biasa berjarak 60 hari. Hsu Yun-tsiau, sejarawan Cina, meneliti bahwa
kerajaan ini mungkin terletak di pantai timur tanah Melayu, yakni Kelantan.
Sebelum menjadi
Kerajaan Brunei seperti sekarang ini, oleh Pusat Sejarah Brunei, lebih banyak
disebut sebagai Kerajaan Brunei Tua dibandingkan dengan nama-nama Cina
sebagaimana yang dikenal dalam sejarah Cina. Sebab beberapa
istilah Cina seperti Po-li, Po-lo maupun Puni tidak
terlalu dekat dengan kata ”Brunei” saat ini.
Mengingat bahwa
Po-li, Po-lo, Puni, dan Brunei merujuk pada tempat yang
sama, maka boleh jadi mereka memiliki adat kebiasaan yang sama. Sayangnya,
rekam sejarah tentang Kerajaan Brunei Tua yang ditemukan saat ini sangat minim,
sehingga gambaran peristiwa masa silam tak dapat terekam dengan jelas kecuali
beberapa aktivitas penduduk di Kerajaan Puni berikut ini.
Aktivitas Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Sejauh ini,
gambaran sejarah yang ditemukan baru mengungkapkan adat kebiasaan orang Puni
(Brunei di masa Dinasti Ming, tahun 1368-1643 M). Orang Puni pada
masa itu sering melakukan hubungan perniagaan (pertukaran barang) dengan Negeri
Cina. Disebutkan bahwa berlangsungnya perniagaan akan dimulai setelah kapal
Cina berlabuh selama tiga hari, baru kemudian Raja Puni memulai menaksir harga
tiap-tiap barang. Selama berunding masalah harga, Raja Puni akan menjamu para
tamunya dengan beragam masakan. Setelah harga ditetapkan, maka dipukullah gong
sebagai pertanda peradagangan dimulai. Konon, jika harga barang belum
ditetapkan, maka siapapun tidak diperbolehkan untuk memulai membeli. Barang
siapa yang melanggar ketetapan tersebut maka akan dihukum mati, kecuali saudagar,
hukumannya akan diringankan.
Ketika dinasti
Ming berkuasa, beberapa barang perniagaan yang ditukarkan pada masa itu berupa
tikar emas, tembikar, porselen, plumbun (lead), barang perak, emas, kain
sutera, kain kasa, dan kiap. Adapun barang-barang yang diperoleh dari
Cina di antaranya yaitu berupa kapur barus, tanduk rusa, timah, gelang dari
gading gajah, kulit kura-kura, sarang burung, wangi-wangian, kayu cendana,
lilin lebah, dan rempah-rempah.
Selain dengan
Cina, Kerajaan Puni memiliki hubungan perdagangan dengan Kochin, Jawa,
Singapura, Pahang, Terengganu, Kelantan, serta negeri-negeri sekitar Siam.
Adat kebiasaan
orang Puni di masa lalu juga terekam dalam jejak sejarah yang bercerita tentang
kebiasaan orang Puni dalam melangsungkan pemakaman. Pada masa itu, jika ada
orang yang mati, maka mayatnya akan dimasukkan keranda yang dibuat dari buluh,
kemudian dibawa ke hutan dan ditinggalkan begitu saja. Dua bulan kemudian,
barulah pihak keluarga mulai bercocok tanam (dalam kisah ini tidak diceritakan tempat
keluarga tersebut bercocok tanam, apakah di tempat mayat atau di tempat lain).
Selain itu,
orang-orang Puni juga biasa mengadakan kenduri setiap tahun hingga tujuh tahun.
Selama itu, mereka mengadakan jamuan, bersuka ria, menari dan menyanyi dengan
diiringi gendang seruling dan bunyi-bunyian seperti gong, canang, tawak-tawak,
dan gulingtangan. Jamuan makanan diletakkan di atas daun yang kemudian
mereka buang setelah makan.
Orang-orang
Puni juga mempunyai tradisi yang khas terutama dalam hal meracik obat luka yang
dikenal dengan nama pokok. Obat luka itu berasal dari akar. Oleh orang
Puni, akar itu digoreng sampai hangus lalu abunya digosokkan ke bagian yang
luka. Menurut riwayatnya, meski luka itu dapat menyebabkan kematian, namun
mereka yakin bahwa luka itu tetap dapat disembuhkan dengan obat tersebut.
Dalam hal
agama, beberapa penduduk Puni menganut agama Buddha. Walaupun menganut agama
Buddha, namun mereka tidak memiliki arca. Tetapi, mereka
membangun rumah Buddha yang bertingkat-tingkat, dengan atap yang berbentuk
menara. Sementara, di bawah menara terdapat dua buah rumah
kecil berisi mutiara yang dinamakan Sen Fu (Sacred Buddha). Pada saat
hari Buddha tiba, Raja Puni berangkat ke upacara untuk memuja bunga dan buah
yang diadakan selama tiga hari bersama penduduk negeri itu.
Meskipun
banyak penduduk Puni menganut agama Buddha, terdapat segelintir orang yang
sudah menganut agama Islam. Hal ini terbukti dengan ditemukannya makam-makam
Islam serta beberapa orang muslim yang menjadi utusan Raja Puni dalam melakukan
pertukaran niaga ke Cina.
Raja-raja
Puni sebelum tahun 1368 M disinyalir beragama Buddha, kecuali Raja Puni yang
bernama Ma-ha-mo-sha yang seorang muslim. Hal ini
tersirat dari perbekalan yang diberikan oleh Raja Cina kepada Raja Puni Ma-ha-mo-sha,
berupa daging-daging yang bukan babi. Selain itu, kata ”Ma” dalam istilah Cina
biasanya merujuk kepada orang Islam. Ma-ha-mo-sha inilah yang menjadi Raja Puni
semasa pemerintahan Hung-wu dalam Dinasti Ming, yang dalam sejarah Brunei tak
lain adalah Sultan Muhammad Shah atau Sultan Brunei I. Di sinilah sesungguhnya
pemerintahan Islam di Kerajaan Brunei dimulai.
2. Kerajaan Brunei Islam
Rentang sejarah
pemerintahan Islam di Kerajaan Brunei diawali semenjak dipimpin oleh Raja Puni
Ma-ha-mo-sha tahun 1363 M. Pada masa pemerintahan Islam, terjadilah rentetan
peristiwa sejarah yang mencatat bahwa Kerajaan Brunei Islam ini mengalami
pasang surut yang disebabkan oleh penaklukan kerajaan lain serta munculnya
kolonialisme di Asia Tenggara yang kemudian mempengaruhi situasi politik di
dalam negeri.
Rentetan
sejarah itu digambarkan dalam beberapa fase pemerintahan, yaitu:
ü Fase kerajaan
Brunei Islam sebelum kolonialisme yang terjadi pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad shah atau Sultan Brunei I hingga Sultan Bolkiah alias Sultan Brunei ke
lima.
ü Fase kerajaan
Brunei Islam masa kolonialisme yang terjadi saat tampuk pemerintahan dijalankan
oleh Sultan Abdul Kahar alias Sultan Brunei ke enam.
ü Fase kerajaan
Brunei Islam pascakolonialisme yang terjadi pada masa pemerintahan Sultan
Hassanal Bolkiah hingga saat ini.
1) Kerajaan Brunei Islam Sebelum Kolonialisme
Perkembangan
agama Islam di Brunei tidak lepas dari pengaruh para musafir, pedagang Arab,
serta mubaligh-mubaligh yang berdatangan silih berganti sejak sebelum tahun 977
M. Pada masa itu, agama Islam belum menjadi agama resmi di Kerajaan Brunei.
Agama Islam baru menjadi agama resmi pada masa pemerintahan Sultan Muhammad
Shah (1363-1482). (Al-Sufri, 1992; 2000), dan berkembang pesat pada masa
pemerintahan Sultan Syarif Ali atau Sultan Brunei III.
Dalam
sejarahnya, pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Shah, Kerajaan Brunei pernah
menjadi daerah di bawah pengaruh Majapahit (Matassim, 2004). Dalam syair Nagarakretagama
yang ditulis dalam tulisan Kawi karangan Prapanca, menyebutkan bahwa Brunei ada
di antara negeri-negeri yang takluk di bawah kekuasaan Majapahit. Menurut Salasilah
Raja-Raja Brunei juga disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sultan
Muhammad Shah atau Raja Awang Alak Betatar alias Sultan Brunei I, Kerajaan
Brunei pernah takluk di bawah kekuasaan Majapahit, sehingga setiap tahunnya
wajib memberikan upeti sebanyak 40 kati kapur barus. Kemudian, setelah Patih
Gajah Mada mangkat, Kerajaan Brunei melepaskan diri dari pengaruh Majapahit.
Pergantian
tampuk kepemimpinan terjadi ketika Raja Puni yang bernama Ma-ha-mo-sha alias
Sultan Muhammad Shah mangkat tahun 1402 M. Jenazahnya kemudian dimakamkan di
luar pintu An Teh Boon Goh (di daerah Nanking, Cina). Setelah pemakaman, Raja
Cina bertitah agar putera Raja Puni yang bernama Hsia-wang diangkat menjadi
raja. Namun, karena Hsia-wang masih berusia empat tahun, maka tahta kerajaan
kemudian diserahkan kepada Sultan Ahmad yang tak lain ialah keponakan
Ma-ha-mo-sha. Sultan Ahmad kemudian dicatat dalam sejarah sebagai Sultan Brunei
II.
Setelah 17
tahun berkuasa, Sultan Ahmad mangkat dan digantikan oleh menantunya, Sultan
Sharif Ali. Hal itu dikarenakan Sultan Ahmad tidak memiliki anak laki-laki.
Pada masa ini, Kerajaan Puni memiliki wilayah yang cukup luas meliputi Sabah, Brunei dan Sarawak yang berpusat
di Brunei. Pada masa inilah terjadi perubahan besar dalam sejarah Kerajaan
Brunei Tua. Kerajaan Puni berubah menjadi Kerajaan Brunei bersamaan dengan
perpindahan Kerajaan Brunei Tua ke Kota Batu. Pergantian nama ini berkaitan
dengan putusnya hubungan dagang antara Brunei dengan Cina. Berdasarkan sumber
yang ada, alasan putusnya hubungan perdagangan dua kerajaan tersebut disebabkan
oleh pergantian sultan, yang kemudian berimplikasi pada perubahan kebijakan
politik luar negeri.
Sultan Sharif
Ali disinyalir merupakan anak cucu Sayidina Hasan, cucu Rasulullah Saw. Beliau
juga pernah menjadi Amir Masjid Makkah. Ketika menjadi raja, Sultan Sharif Ali
berjuang keras menyebarkan Islam kepada penduduk Brunei. Meski Islam telah ada
di Brunei semenjak abad ke-9, namun masih banyak pengaruh Hindu-Buddha dalam
keseharian masyarakat. Konon, Sultan Sharif Ali membangun masjid bertingkat
tiga dan banyak meninggalkan warisan kebudayaan Islam yang agung. Sultan Sharif
Ali menerapkan corak kepemimpinan yang adil dan teratur dengan berasaskan hukum
Islam. Pada masa ini, Brunei menjadi negeri yang aman dan
sentosa. Itulah sebabnya, kemudian Brunei mendapat sebutan ”Darussalam”, yang
berarti negeri yang aman.
Kerajaan Brunei
yang aman sentosa semakin berjaya setelah jatuhnya Kerajaan Melaka ke tangan Portugis pada tahun
1511 M, karena Sultan Brunei saat itu, yaitu Sultan Bolkiah, mengambil alih
kepemimpinan Islam dari Melaka sehingga Brunei menjadi pusat perkembangan Islam
di wilayah-wilayah taklukan dan sekitarnya. Sejak saat itulah Kesultanan Brunei
mencapai zaman kegemilangannya. Kebesaran dan kegagahan Brunei pada zaman
pemerintahan Sultan Bolkiah dianggap sebagai zaman keemasan Empayar Brunei. Pada masa ini,
wilayah pemerintahan tak hanya mencakup keseluruhan Pulau Borneo, namun hingga
Pulau Palawan, Sulu, Balayan, Mindoro, Bonbon, Balabak, Balambangan, Bangi,
Mantanai, dan Saludang. Sayangnya, kegemilangan dan kejayaan ini tak
berlangsung lama. Sultan Bolkiah mangkat pada tahun 1524 M. Estafet
kepemimpinan Brunei diberikan kepada Sultan Abdul Kahar semasa Sultan Bolkiah
masih hidup. Pada masa Sultan Abdul Kahar inilah mulai terjadi kolonialisme
Eropa di Asia Tenggara, tak terkecuali di Kerajaan Brunei.
2) Kerajaan Brunei Islam pada Masa Kolonialisme
Kolonialisme di
Kerajaan Brunei terjadi pada tahun 1578 M pada masa pemerintahan Sultan Abdul
Kahar. Sebenarnya, penjajah sudah lama ingin menaklukkan Brunei semenjak
mengetahui keelokan negeri ini pada tahun 1521 M silam. Pada tahun 1578 M
terjadi perselisihan di kalangan internal istana yang melibatkan Sultan Saiful
Rijal dengan dua pengiran Brunei yang dikenal dengan ”Perang Kastila”. Situasi
istana yang tidak kondusif itu dimanfaatkan oleh Spanyol untuk menaklukkan
Brunei.
Upaya
penaklukan Kerajaan Brunei bermula ketika pihak kolonial Spanyol menyampaikan
surat yang berisi permohonan kepada baginda raja Sultan Saiful Rijal agar
memberi keleluasaan kepada para misionaris untuk turut menyebarkan ajaran
Kristiani dan memberikan jaminan keselamatan bagi mereka di Brunei. Bahkan, isi
surat tersebut menghina kesucian dan kemuliaan Islam serta Nabi Muhammad Saw.
Surat tersebut menjadikan baginda Sultan marah besar. Bulan April 1578 M,
terjadilah pertempuran antara Kerajaan Brunei dengan pihak penjajah yang memakan
banyak korban jiwa dari pihak tentara Brunei. Selain itu, terjadi perampasan
harta benda milik istana dan pembesar-pembesar kerajaan oleh kolonial Spanyol.
Kendati sempat porak-poranda akibat pertempuran itu, namun semangat juang dan
nasionalisme rakyat Brunei berhasil memukul mundur musuhnya pada bulan Juli
1578 M.
Sultan Saiful
Rijal mangkat pada tahun 1581 M dan digantikan oleh Sultan Shah Brunei. Masa
pemerintahan Sultan Shah Brunei terbilang paling singkat yaitu pada tahun 1581
hingga 1582 M saja. Saking singkatnya, tak banyak cerita yang didapat dari masa
pemerintahan beliau ini. Tampuk kepemimpinan Kerajaan Brunei kemudian
diteruskan oleh Sultan Mohammad Hasan (1582-1598 M) yang sukses mengembalikan
masa kejayaan Brunei di masa lalu.
Pada masa ini,
terlihat kemajuan di berbagai bidang, di antaranya bidang pendidikan,
keagamaan, serta perdagangan. Kemajuan di bidang pendidikan ditandai dengan
banyaknya sekolah-sekolah Islam yang didirikan. Di bidang keagamaan, kegiatan
dakwah Islam ramai dikunjungi orang. Saat itu, perdagangan juga berjalan dengan
sangat baik sehingga kemashuran Brunei terdengar dimana-mana.
Masa kejayaan
itu terenggut ketika Kerajaan Brunei berada di bawah kolonial Inggris. Kala
itu, James
Brooke datang dari Inggris pada tahun 1839 ke Serawak dan
menjadi raja disana. Ia menyerang Kerajaan Brunei sehingga Kerajaan Brunei
kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Sedikit demi sedikit kekuasaan Kerajaan
Brunei mulai terkikis. Khawatir akan kehilangan yang lebih besar dari wilayah
kekuasaannya, maka pada tahun 1888 M, Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin
meminta perlindungan pihak Great Britain (Inggris). Kerajaan Brunei kemudian
menyepakati Perjanjian Persahabatan dan Perniagaan dengan Inggris. Sayangnya,
perjanjian tersebut tidak memberikan keuntungan bagi Brunei. Oleh sebab itu,
Kerajaan Brunei kemudian memperbaharui perjanjian baru dengan Inggris yang
disebut dengan Perjanjian Naungan dan Perlindungan yang sekali lagi tidak
menguntungkan Brunei. Bahkan, akibat perjanjian ini, Brunei kehilangan wilayah
Limbang dan serta merta mempersempit wilayah kekuasaan Kerajaan Brunei.
Perjanjian demi
perjanjian kemudian dibuat susul menyusul pada tahun 1905, kemudian, 1906, 1959,
1971, hingga perjanjian tahun 1979 M yang merupakan perjanjian tambahan untuk
merevisi perjanjian tahun 1888. Perjanjian-perjanjian tersebut dibuat guna
mengakhiri perjanjian istimewa antara Kerajaan Brunei dengan Inggris yang
bertentangan dengan tanggung jawab antar bangsa sebagai negara yang berdaulat.
Pada tahun
1960an terjadi beberapa peristiwa penting terkait dengan pembentukan negara
Malaysia, yang saat itu mencakup wilayah Persekutuan Tanah Melayu, Sabah,
Sarawak, Singapura, dan Brunei. Karena beberapa perundingan terkait jaminan
masa depan Brunei tidak disepakati, maka Brunei mengambil keputusan untuk tidak
masuk ke dalam negara Malaysia dan membentuk kedaulatan sendiri.
Demi mewujudkan
kedaulatan yang mandiri, maka pada tahun 1962, Kerajaan Brunei mengadakan
pemilihan umum pertama, yang sayangnya terkotori oleh penghianatan beberapa
pemimpin-pemimpin yang tergabung dalam Tentera Nasional Kalimantan Utara (TNKU)
untuk menggulingkan kerajaan yang sah. Peristiwa itu sempat memakan korban jiwa
yang tidak sedikit, namun banyak memberi pelajaran bagi Kerajaan Brunei di masa
depan.
Keadaan sempat
membaik hingga pada tahun 1967 ketika Sultan Haji Omar ‘Ali Saifuddin
menurunkan diri dan mengangkat putra sulungnya, Sultan Hassanal Bolkiah menjadi
Sultan Brunei ke-29. Pada tahun 1970, pusat
pemerintahan negeri Brunei Town, diubah namanya menjadi Bandar
Seri Begawan guna mengenang jasa baginda. Baginda mangkat pada tahun 1986.
3) Kerajaan Brunei Islam Pasca Kolonialisme
Sultan Hasanal
Bolkiah diangkat menjadi Sultan semenjak tahun 1967 ketika Kerajaan Brunei
belum merdeka. Namun, ia telah berhasil memajukan negeri Brunei dan
memprakarsai kemerdekaan Brunei melalui pembaharuan perjanjian-perjanjian
Brunei dengan Inggris.
Pada tahun
1961, Sultan Hassanal Bolkiah diangkat menjadi Duli Pengiran Muda Mahkota pada
usia 15 tahun. Beliau kemudian dinobatkan menjadi Sultan Brunei ke-29 di usia
21 tahun. Semenjak menjadi Duli Pengiran Muda Mahkota, baginda telah memberikan
kecenderungan terhadap kemajuan dan pembangunan negara di bidang agama,
ekonomi, pendidikan, sosial, kebudayaan, hingga keamanan.
Pada masa
pemerintahannya, pada tanggal 1 Januari 1984, Kerajaan Brunei merdeka dan
menjadi kerajaan yang berdaulat. Usaha menuju ke arah kemerdekaan ini
sebelumnya telah dirintis oleh ayahanda beliau, Sultan Haji Omar ‘Ali
Saifuddin Sa‘adul Khairi Waddien yang dengan penuh kebijakan
menandatangani Perjanjian Perlembagaan Bertulis Negeri Brunei tahun 1959.
Sejak awal
pengangkatannya, Sultan Hassanal Bolkiah merombak sistem kementrian dan
berusaha mewujudkan tata pemerintahan yang bersih, jujur, amanah, sesuai dengan
konsep dan falsafah negara, sebagai ”Negara Melayu Islam Beraja”. Pada masa
ini, Sultan Hassanal Bolkiah juga mendirikan sebuah masjid termegah dan
terbesar di Brunei, yang ia beri nama ”Masjid Jami‘ Asr-Hassanil Bolkiah”.
Masjid yang
dibangun tahun 1988 ini tidak hanya menaungi kurang lebih 3.000 umat Islam
untuk sholat berjamaah, melainkan juga menjadi tempat yang istimewa karena
dilengkapi dengan ruang perpustakaan, ruang pertemuan serta lounge yang
sangat indah. Model arsitektur dan interior masjidnya menjadi kebanggaan kaum
muslim dan keluarga besar Kesultanan Brunei Darussalam. Arsitektur Masjid Jami‘
Asr-Hassanil Bolkiah mampu menyaingi arsitektur dan interior Masjidil Haram di
Makkah.
Kini, masa
kejayaan Kerajaan Brunei dapat dikatakan terulang kembali semenjak dipimpin
oleh Sultan Hassanal Bolkiah Mu‘izzaddin Waddaulah (1967-kini).
Sebagai negeri kaya minyak dan dengan penerapan ekonomi syariah, limpahan rejeki
seakan tak pernah surut di bumi Brunei Darussalam.
D.
Kerajaan
Islam Melayu ; Fenomena Malayu Islam Braja (MIB)
Sri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin
Wadaulah, Sultan dan yang di-pertuan Brunei Darussalam yang mengawali bagaimana
pentingnya MIB pada tahun 1991. Menurutnya, MIB merupakan “identitas dan citra
yang kokoh ditengah-tengah Negara-negara non-sekuler lainnya di dunia”. Maka
wajar, ketika kerajaan ini menyambut tahun 1991, diiringi dengan berbagai
perayaan peristiwa-peristiwa keagamaan.
Oleh karena itu, ideology resmi Negara atau falsafah
kehidupan bernegara tercantum dalam MIB tersebut. Hal ini, bisa dilihat dengan
pernyataan sebuah surat kabar resmi pemerintah yang menggambarkan sebagai
berikut”..Kerajaan Islam Melayu menyerukan kepada masyarakat untuk setia
kepada Rajanya, melaksanakan Islam dan menjadikannya sebagai jalan hidup serta
jalan kehidupan dengan mematuhi segala karakteristik dan sifat dasar bangsa
Melayu sejati Brunei Darussalam, termasuk menjadikan bahasa Melayu sebagai
bahasa Utama..”.
Munculnya MIB ini, barangkali sangat berpengaruh oleh
kentalnya ajaran islam yang diamalkan masyarakatnya, sehingga berpengaruh
sampai dalam kehidupan bernegara. Sejak awal kemerdekaannya, Brunei dikenal
sebagai Negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Terkait dengan ini, Islam di
Brunei sejak awal kedatangannya sampai saat ini masih eksis. Atau hal ini,
muncul karena peran yang sangat dominan dari etnis Melayu dalam mengembangkan
institusi-institusi Islam dan Kesultanan Melayu. Karena hal ini, bisa dilihat
dari semakin menguatnya beberapa bukti bahwa inti dari MIB adalah hasil
elaborasi dari lembaga adat dan tradisi Melayu Brunei.
Dari sebuah hasil penelitian pada tahun 1984 oleh Departemen
Sastra Melayu Universitas Brunei Darussalam, menyebutkan bahwa beberapa
perubahan social yang terjadi di Brunei dapat dikategorikan sebagai berikut:
- Penduduk Brunei Darussalam seluruhnya, baik secara cultural maupun psikologis, sedang mengatasi keragaman yang ada ditengah-tengah mereka, disebabkan oleh kondisi geografis dan histories di Brunei Darussalam sendiri.
- Kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai hukum dan ketertiban, kesejahteraan, pendidikan, dan pembangunan ekonomi telah mendominasi kehidupan seluruh rakyat Brunei Darussalam.
- Sebagai akibat dari proses-proses social diatas, penduduk Brunei Darussalam semakin memilih pola hidup bersama.
Pada poin pertama diatas, yaitu adanya pluralitas etnik,
diakui oleh Neville dalam penelitiannya “Penduduk yang diakui sebagai
Melayu, meliputi : Melayu Lokal, Dusun, Murut, Kedayah, Bisayah, dan
komunitas-komunitas lainnya dalam warga pribumi Brunei Darussalam, ditambah
dengan warga Malaysia dan Indonesia”.
Sementara pada poin kedua, mempertegas adanya proses
birokratisasi dalam pemerintahan Brunei Darussalam.
Sedangkan pada poin ketiga, memunculnya fenomena bahwa
perlunya pembangunan sebuah ideology nasional dan mengartikulasikan budaya
Nasional. Sebagai sebuah kesimpulan dalam penelitian tersebut, ditulis bahwa “Karena
pemerintahan mendukung kuat terhadap konsep Kerajaan Islam Melayu, maka kultur
khas Brunei Darussalam harus diusahakan dengan berlandaskan pada
prinsip-prinsip ini”.
Ada hal yang menarik di Negara Brunei Darussalam ini,
misalnya Pertama, larangan gerakan Islam al-Arqam, Kedua, larangan
kepada orang-orang asing manapun yang menjadi ancaman keharmonisan system
keagamaan di Brunei Darussalam. Darul Arqam yang berpusat di Suburd,
Malaysia, maka mulanya dilarang oleh pemerintahan Malaysia, tetapi pada
kenyataannya kelompok ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
perkembangan ekonomi umat islam. Usaha ini, juga mengindikasikan semakin
kuatnya keinginan pemerintah Brunei Darussalam untuk membedakan diri antara
“islam Brunei” dengan “islam Bukan Brunei”. Atau dapat diinterpretasikan bahwa
Pemerintah Brunei Darussalam ingin menciptakan garis pemisah antara yang
dipandang sebagai islam pribumi dengan islam yang dianggap dari luar dan tidak
sama dengan Islam Pribumi.
Pada perkembangan selanjutnya, Islam menjadi posisi yang
sangat penting dalam Pemerintah Brunei Darussalam, baik sebagai ideology
nasional maupun sebagai prinsip hidup yang mengatur kehidupan sehari-hari.
Larangan pemerintah atas peredaran minum-minuman keras hingga perhatiannya
terhadap proses Islamisasi melalui berbagai aktifitas keislaman,
mengindikasikan perhatian komitmen Pemerintah Brunei Darussalam terhadap islam,
baik sebagai agama maupun sebagai kultur Melayu Pemerintah Brunei Darussalam.
Akan tetapi, pelarangan ajaran-ajaran islam “sempalan” maupun ajaran islam dari
“luar”, menempatkan sampai saai ini, hanya satu anggota cabinet yang berasal
dari kelompok Islam, dan amat minim yang bisa duduk di parlemen, akibat dari
pemerataan penduduk Melayu-muslim dengan China sehingga sulit bagi muslim untuk
menjadi calon legislative.
Secara umum dapat dikatakan bahwa dari sisi politik muslim
Singapura masih menyisakan persoalan. Namun demikian, dilihat dari realitas
yang terjadi ditengah masyarakat, isu politik boleh dikatakan tidak terlalu
menarik bagi mereka, karena mereka berada pada posisi minoritas. Strategi
perjuangan politis masih dianggap belum dapat membawa banyak keuntungan bagi
masa depan mereka.
E.
Periode
Pemerintahan
Mengacu pada catatan sejarah Cina, sejatinya periode
pemerintahan Kerajaan Brunei semenjak masa pra Islam sampai masa pemerintahan
Islam terbilang sangat lama, karena dapat bertahan hingga saat ini. Sehingga,
berdasarkan perhitungan itu Kerajaan Brunei telah eksis selama kurang lebih 14
abad, yang dalam catatan sejarah Cina telah ada semenjak abad ke-6 pada masa
Dinasti Liang, hingga sekarang.
F.
Wilayah
Kekuasaan
Kerajaan Brunei ketika masih bernama
Po-li menguasai 136 daerah. Pada masa kejayaannya, Kerajaan Brunei pernah
menguasai seluruh Borneo (Pulau Kalimantan), Zulu, serta Luzon di Philipina.
Saat ini, Brunei memiliki wilayah yang lebih kecil daripada masa lalu, yang
berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat sampai timur wilayah itu, serta
sebelah utara berbatasan dengan Laut China Selatan. Wilayah kekuasaan Brunei
saat ini mencakup empat distrik, yaitu Belait, Brunei dan Muara, Temburong, serta Tutong, yang terbagi ke dalam 38 mukim dengan
luas wilayah 5.765 km².
G.
Struktur
Pemerintahan
Kerajaan Brunei di masa lalu dipimpin oleh seorang raja
bergelar Sultan dibantu oleh beberapa wazir dan menteri yang mengurusi tugas
dan peran masing-masing. Seorang wazir akan membawahi Cheteria-cheteria
(sahibul bandar) serta beberapa orang menteri agama. Saat ini, pemegang tampuk
pemerintahan tertinggi dipegang oleh raja bergelar sultan, yang membawahi 12
menteri sesuai dengan tugas masing-masing. Keduabelas jabatan kementrian di
Brunei ialah
1. Jabatan Perdana Menteri
2. Menteri Luar Negeri dan Perdagangan
3. Menteri Dalam Negeri
4. Menteri Keuangan
6. Menteri Pendidikan
7. Menteri Perindustrian dan
Sumber-sumber Utama
8. Menteri Pembangunan
10. Menteri Kesehatan
11. Menteri Agama
12. Menteri Perhubungan. Masing-masing
jabatan memiliki gelar tersendiri.
H.
Kehidupan
Sosial Budaya
Semasa pra-Islam, masyarakat Melayu
termasuk penduduk Brunei menganut agama Hindu-Buddha. Setelah Melaka jatuh ke
tangan Portugis, Brunei menjadi motor penggerak perkembangan Islam bagi
daerah-daerah lain di sekitarnya, di antaranya sebelah timur kepulauan Melayu
hingga Pulau Luzon, Cebu, Otan dan sebagainya.
Penduduk Brunei
di masa lalu dikenal memiliki adat-istiadat kesopanan yang tinggi. Menurut catatan Pigafetta dalam First
Voyage Around the World yang dirujuk oleh Al-Sufri (1997), orang Brunei
memiliki kebudayaan dan peradaban yang luhur. Hal itu tercermin tatkala
pembesar (Gabenor) Brunei menjamu tamu dari Spanyol, mereka menghidangkan
berjenis-jenis masakan dengan menggunakan sudu dari emas sehingga membuat
takjub orang Spanyol.
Orang Brunei juga memiliki semangat
nasionalisme yang tinggi, yang mereka sebut dengan semangat “kebruneian”
(Al-Sufri, dkk., 1999). Nasionalisme yang sangat kental inilah yang konon
pernah membuat tentara Spanyol dipaksa mundur teratur ketika akan menaklukkan
Brunei.
Di masa sekarang ini, Kerajaan
Brunei menggunakan asas syariat Islam dalam penerapan hukum
perundang-undangannya yang disebut sebagai hukum syarak. Hukum syarak
tersebut mencakup undang-undang jenayah Islam (hukum Islam), muammalah,
undang-undang keluarga, serta undang-undang keterangan acara. Penerapan hukum
Islam ini tak lain karena pengaruh kuat dari Sultan Sharif Ali yang kukuh ingin
menjadikan penduduk Brunei sebagai muslim sejati. Hal ini kemudian berimplikasi
terhadap perilaku penduduk Brunei yang senantiasa mendasarkan perilakunya
sesuai dengan syariat Islam. Hal yang paling menonjol terlihat dari busana
wanita-wanita Brunei yang dikenal dengan sebutan ”baju kurung” yang tak lain
merupakan pengejawantahan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Cara pengamalan Islam di Brunei
didasarkan pada mazhab Syafi‘i dalam bidang fikih dan ahlusunnah waljamaah
di bidang akidah. Semenjak diproklamirkan sebagai negara merdeka, Brunei
menerapkan konsep "Melayu Islam Beraja" sebagai falsafah negara yang
kemudian menjadi pedoman hidup penduduk Brunei hingga kini.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kerajaan Brunei
merupakan salah satu kerajaan tertua di antara kerajaan-kerajaan lain di tanah Melayu. Keberadaan Kerajaan Brunei diperoleh
berdasarkan catatan Cina, Arab, dan tradisi lisan. Dalam catatan
sejarah Cina, Brunei pada
jaman dahulu dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni
dan Bunlai. Dalam catatan Arab, Brunei
disebut dengan Zabaj atau Randj. Sedangkan pada
catatan tradisi lisan Syair Awang Semaun (SAS), kata Brunei
berasal dari perkataan baru nah yang bermakna ”tempat yang sangat baik”.
Islam telah masuk di Brunei
Darussalam diperkirakan pada abad ke 13 Masehi, yaitu ketika Sultan Muhammad
Shah pada tahun 1368 telah memeluk islam. Akan tetapi jauh sebelum itu, sebenarnya
terdapat bukti bahwa islam telah berada di Brunei Darussalam ini. Misalnya
dengan diketemukannya batu nisan seorang China yang beragama Islam dengan
catatan tahun 1264 Masehi, Namun pada masa ini, Islam belum cukup berkembang
secara meluas. Barulah ketika Awang Khalak Betatar memeluk Islam dengan gelar
Sultan Muhammad Shah, islam mulai berkembang secara luas.
Kerajaan Brunei dapat disebut sebagai kerajaan Melayu yang
paling lama bertahan. Dengan eksistensinya yang cukup lama, maka perunutan
sejarahnya juga memerlukan sistematika penulisan yang komprehensif, mencakup
fase-fase penting kepemimpinan. Dalam hal ini, sejarah Kerajaan Brunei dapat
ditelusuri melalui dua fase, yaitu fase pra-Islam pada masa Kerajaan Brunei
Tua, dan fase Islam pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Shah dengan nama
Kerajaan Brunei.
B. SARAN
Tetaplah mencari tahu sejarah perkembangan
Islam di seluruh dunia dengan membaca berbagai referensi yang ada guna untuk
menambah wawasan anda serta menumbuh kembangkan rasa cinta terhadap agama
islam. Jangan sekali – kali merasa bosan dan jenuh untuk menambah wawasan anda
semua, sebaiknya jangan pula merasa puas akan wawasan pengetahuan yang anda
miliki dan teruslah menambahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Al-Sufri,
Haji Awang Mohd. Jamil. 2001. Tarsilah Brunei: Sejarah Awal dan Perkembangan
Islam. Kementrian Kebudayaan.
Ø
Azra, Azyumardi. 1989. Islam di Asia Tenggara. Yayasan obor.
Jakarta
Ø Hadi Muthohar,
Abdul. 2003. Pengaruh Mazhab Syafi’i Di
Asia Tenggara. Aneka Ilmu. Semarang
Ø Al-Sufri, Haji Awang Mohd. Jamil. 2000. Latar
Belakang Sejarah Brunei. Kementrian Kebudayaan.
Assalamualaikum... Maaf ya SOBAT saya mau jujur bahwa awalnya saya hanya mencoba-coba bermain togel karna saya terlilit hutang yang sangat banyak sekitar Rp 235 juta karna hutang saya banyak akhirnya saya mencari jalan pintas meskipun itu dilarang agama islam apa boleh buat nasi sudah jadi bubur dan akhirnya saya menemukan seorang dukun yang bisa membantu saya melalui jalan togel dengan lantaran bantuan MBAH WIRANG kehidupan saya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya karna itu semua berkat bantuan MBAH WIRANG dengan waktu yang singkat saya sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup kita menjadi kaya, buktinya angka pemberian MBAH 4D nya pada tanggal 23/10/2016 yaitu 9512 tembus alhamdulillah saya menang sebanyak Rp.480 juta dan alhamdulillah semua hutang-hutang saya sudah bisa terlunasih juga... Mungkin saudara/saudari diluar sana lagi butuh angka togel 2D|3D|4D silahkan konsultasi atau minta bantuan dengan MBAH WIRANG jangan takut anda bisa hubungi di nomer ( 082346667564 / +6282346667564 )
BalasHapusTetap Semangat Semua Permasalahan Pasti Ada Jalan KeluarNya...