Minggu, 18 November 2012

PROSES MASUKNYA ISLAM DI BRUNEI DARUSALAM


Tugas Makalah Asia Tenggara :
PROSES MASUKNYA ISLAM
DI BRUNEI DARUSALAM
OLEH :
AMAN MAKRUF
A1 A2 11 083

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji Syukur Alhamdulillah, tak lupa penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya lah sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktu yang telah di tentukan. Dengan pokok bahasan “Proses masuknya Islam di Brunei Darusalam”.

Penulis menyadari bahwa sanya penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Guna melengkapi atau memperbaiki makalah ini selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan dapat memberikan  manfaat pula bagi pembaca pada umumnya.

Kendari 3 November 2012
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL……………………………………………………….       i
KATA PENGANTAR………………………………………………………..    ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….     iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG……………………………………………………. 
B.     RUMUSAN MASALAH…………………………………………………
C.     TUJUAN…………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A.    Sejarah Singkat Brunei Darusalam………………………..........................  
B.     Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Brunei……………………………
C.     Kerajaan – Kerajaan Di Brunei Darussalam……………………………...
D.     Kerajaan Islam Melayu Fenomena ; Malayu Islam Braja (Mid)…………
E.     Periode Pemerintahan…………………………………………………….
F.      Wilayah Kekuasaan………………………………………………………
G.    Struktur Pemerintahan……………………………………………………
H.    Kehidupan Sosial Budaya………………………………………………..
BAB III PENUTUP
A.    KESIMPULAN …………………………………………………………..  
B.     SARAN…………………………………………………………………… 
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dalam perkembangannya Islam mengalami kemajuan yang sangat signifikan, meskipun pada Negara tertentu mengalami fliktuasi, dan bahkan ada yang hamper punah seperti halnya di Spanyol. Penyebaran islam terjadi dengan berbagai cara, diantaranya ialah orang – orang islam yang pergi kesuatu daerah dengan tujuan berdakwah, selain itu ada pula yang bertujuan berdagang tetapi sambil mendakwahkan Islam sebagai agamanya. Kemudian selain berdakwah dan berdagang, mereka juga melakukan perkawinan dengan anak bangsawan, penguasa dan lain sebagainya.
Karena Islam masuk kesuatu daerah tidak dengan paksaan, Islam juga tidak mengenal pembagian kasta dalam masyarakat karena menganggap kedudukan manusia itu sama di mata Tuhan, dan proses masuknya Islam yang berusaha membaur dengan suatu adat istiadat disuatu daerah, membuat proses masuknya Islam menjadi mudah diterima oleh suatu masyarakat dimana proses penyebaran itu dilakukan.
Sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Asia Tenggara dikalangan sejarawan, khususnya dalam aspek kebudayaan, masih belum terungkap secara sempurna. Menurut Azyumardi Azra hal ini disebabkan antara lain karena kajian sejarah islam dengan berbagai aspeknya di Asia Tenggara, baik itu dari kalangan orang asing maupun dari kalangan orang pribumi belum mampu merumuskan suatu paradigm sejarah yang dapat dijadikan pegangan bersama yang kadang – kadang sulit untuk dipertemukan atau disatukan antara satu dengan yang lain.
Dan dalam pembahasan ini, penulis mengambil suatu Negara kecil yang ada di Asia Tenggara untuk dijadikan fokus pokok pembahasan dalam makalah ini. Satu hal yang menarik dari negara ini, karena Brunei merupakan suatu negara yang agak tertutup dengan dunia luar. Sehingga kajian – kajian tentang negara ini dari beberapa aspek, agak sulit untuk ditemukan. Hal ini mungkin disebabkan karena Brunei merupakan negara yang makmur.
B.     Rumusan Masalah

1.      Mengetahui sejarah singkat Brunei Darussalam
2.      Mengetahui proses masuk dan berkembangnya Islam di Brunei Darussalam
3.      Mengetahui kerajaan – kerajaan di Brunei Darussalam
4.       Kerajaan Islam Melayu Fenomena ; Malayu Islam Braja Mid
5.      Periode Pemerintahan
6.      Wilayah Kekuasaan
7.      Struktur Pemerintahan
8.      Kehidupan Sosial Budaya.

C.    Tujuan

1.      Menambah pengetahuan tentang bagaimana penyebaran islam di Asia Tenggara khususnya di Brunei Darussalam.
2.      Menumbuhkan kesadaran bahwa betapa beratnya penyebaran islam ke seluruh dunia.
3.      Mendorong orang agar menceritakan kepada yang lain yang belum tahu sejarah islam.
4.      Memotifasi kalangan umat islam untuk ikut serta menyebarkan ajaran islam ke pelosok yang belum mengenal islam.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    SEJARAH SINGKAT BRUNEI DARUSSALAM
Negara Brunei Darussalam merupakan salah satu negara kecil di Asia Tenggara jika dibandingkan dengan negara tetangganya (Malaysia dan Indonesia). Secara geografis Brunei Darussalam terletak di pantai Barat Laut Kalimantan. yang di bagian Baratnya merupakan daratan pantai yang berawa dan disebelah Timurnya berbukit. Nama Brunei Darussalam mengandung arti suatu “negara yang penuh dengan kedamaian” dan beribu kotakan Bandar Sri Bagawan. Brunei terbagi atas empat distrik atau bagian yaitu : Distri Brunei, Distrik Tutong, Distrik Belait, dan Distrik Temburong.
Dari berbagai sumber seperti Catatan Arab, Cina, dan Tradisi Lisan. Banyak yang menyatakan bahwa Brunei merupakan Negara kerajaan tertua di Malayu dan menjadikan Malayu sebagai bahasa utama. Dari berbagai catatan China, Brunei dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan catatan arab dikenal dengan istilah Dzabaj atau Ranjd.
Brunei zaman dahulu disebut dengan kerajaan Borneo dan kemudian berubah menjadi Brunei, nama Borneo ini diduga merupakan nama lain dari pulau Kalimantan. Ada versi lain yang mengatakan Brunei berasal dari kata Baru nah yang dalam sejarah dikatakan bahwa pada awalnya ada rombongan Klan atau suku sakai yang dipimpin oleh Patih Berbia yang pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang kedudukannya sangat strategis karena diapit oleh bukit dan air sehingga bisa untuk transportasi dan kaya akan ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai. Dan merekapun mengucapkan kata Baru nah yang artinya tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai hati mereka untuk mendirikan suatu negeri yang sesuai dengan yang mereka inginkan.
Klan atau suku Sakai yang dimaksudkan di atas merupakan serombongan pedagang dari China yang gemar berniaga dari satu tempat ke tempat yang lain. Dan konon katanya pada awalnya kerajaan Brunei merupakan pusat perdagangan orang – orang China. Brunei merupakan negara termuda diantara negara – negara rumpun Malayu, karena Brunei Darussalam baru diproklamatirkan sebagai suatu negara merdeka pada tanggal 1 Januari 1984.
Brunei Darussalam merupakan negara yang bersendikan ajaran – ajaran “ahlu al sunnah wal jamaah” dan Mazhab Syafi’i ditetapkan sebagai Mazhab resmi negara dalam perlambangan negara. Bahkan didapatkan informasi bahwa itu telah ditetapkan jauh sebelumnya yaitu sejak raja ke 24, Sultan Abdul Momin pada tahun 1852 – 1885, sedangkan Mazhab lainnya dianggap sebagai kegiatan akademik saja. Sehingga Brunei Darussalam merupakan satu – satunya negara di dunia yang menetapkan dasar negara tidak hanya Islam tetapi juga Ahlussunnah Wal Jamaah bermazhab Syafi’i. Islam masuk ke Brunei pada masa Raja ke 5, Sultan Bolkiah pada tahun 1485 – 1524setelah jatuhnya Malaka ke Portugis.
Sebahagian ahli sejarah mengatakan bahwa Brunei sudah ada sejak abad ke-7 atau abad ke-8 M. Kerajaan ini kemudian ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya pada awal abad ke-9 dan kemudian dijajah lagi oleh Majapahit. Ketika Majapahit mulai runtuh, Brunei kemudian berdiri sendiri dan mencapai masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan ke Lima Bolkiah yang berkuasa pada tahun 1473 sampai 1521. Brunei pernah menguasai seluruh Pulau Kalimantan dan Filipina.
Pada tahun 1888 Inggris yang pada saat itu merupakan negara terkuat, masuk dan menjajah Brunei. dan mulai saat itu Brunei menjadi sekutu Inggris dan pada saat yang bersamaan pula, Malaysia juga dikuasai Inggris. Kemudian kedua penduduk dari negara tersebut bersatu dan mengadakan perlawanan dan dalam rentan waktu yang panjang, kemudian kedua Negara tersebut merdeka. Malaysia merdeka pada tanggal 31 Agustus 1957, dan ketika itu Brunei masih dinyatakan bergabung dengan dengan Malaysia. Setelah kemerdekaannya keadaan Malaysia belum belum begitu stabil terutama pada tahun 1960-an karena orang – orang China sering konflik dengan masyarakat Malayu. Dan Brunei dan Malayu yang penduduknya rumpun melayu berusaha keras dalam mengamankan negaranya. Setelah betul – betul aman, barulah Brunei memisahkan diri dari Malaysia.
PM Syarifuddin sebagaimana yang dikutip oleh Ajid Thohir mengatakan dalam tulisannya yang sangat menarik bahwa Brunei pada (lima abad lalu) warganya yang bermukim di Jerudong disebut orang Kedayan, dan berasal dari Jawa. Leluhur mereka tiba di Brunei dimasa daulat Sultan Bolkiah. Inilah suku pertama di Brunei.
Situasi politik di Brunei sangat tenang dan sumber kekayaan utama dihasilkan adlah minyak mentah, dan gas cair yang begitu melimpah. Tanahnya pun subur dan lahan pertanian seperti karet, merica, dan rempah – rempah cukup menjanjikan. Kepala pemerintahannya dipimpin oleh Raja.
B.     MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI BRUNEI DARUSSALAM
Berkaitan dengan masuknya Islam di Brunei ditemukan beberapa sumber yang berbeda yaitu :
a)      Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa Islam mulai diperkenalkan di Brunei  pada tahun 977 melalui jalur timur Asia Tenggara oleh pedagang-pedagang dari negeri Cina. Islam menjadi agama resmi negara semenjak Raja Awang  Alak Betatar masuk Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Shah (1406-1408). Perkembangan Islam semakin maju setelah pusat penyebaran dan kebudayaan Islam Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511) sehingga banyak  ahli agama Islam pindah ke Brunei. Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5), yang wilayahnya meliputi Suluk, Selandung, kepulauan Suluk, kepulauan Balabac samapai ke Manila. Masuknya Islam di Brunei didahului oleh tahap perkenalan. Islam masuk secara nyata ketika raja yang berkuasa pada saat itu menyatakan diri masuk Islam, lalu diikuti oleh penduduk  Brunei dan masyarkat luas. Sehingga cukup beralasan jika Islam mengalami perkembangan yang begitu cepat.
b)      Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia dikatakan bahwa agama Islam masuk ke Brunei pada abad ke-15. Sejak itu, kerajaan Brunei berubah menjadi kesultanan Islam. Pada abad ke-16 Brunei tergolong kuat di wilayahnya, dan daerah kekuasaannya  meliputi pula beberapa pulau di Filipina selatan. Perubahan nama dari kerajaan menjadi kesultanan memberi informasi bahwa Islam di Brunei mendapat perhatian yang serius dari pihak pemerintah. Hal ini menjadi salah satu faktor sehingga penganut agama Islam semakin bertambah banyak.
c)      Di sumber lain dikatakan bahwa silsilah kerajaan Brunei didapatkan pada Batu Tarsilah yang menuliskan silsilah raja-raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak Batatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan 1804-1807). Data ini menunjukkan sistim pemerintahan di Brunei adalah kesultanan atau monarki mutlak Islam, dan semuanya sangat memeperhatikan Islam sebagai agama resmi negara.
d)     Menurut Azyumardi Azra bahwa awal masuknya Islam di Brunei yaitu sejak tahun 977 kerajaan Borneo (Brunei) telah mengutus P’u  Ali ke istana Cina. P’u Ali adalah seorang pedagang yang beragama Islam yang nama sebenarnya yaitu  Abu Ali. Pada tahun itu juga diutus lagi tiga duta ke istana Sung, salah seorang di  antara mereka bernama Abu Abdullah. Peran para pedagang muslim dalam penyebaran Islam di Brunei telah terbukti dalam catatan sejarah.
e)      John L. Esposito seorang orientalis yang pruduktif banyak menulis tentang sejarah Islam, menurutnya bahwa Islam pertama kali datang di Brunei pada abad ke-15 dan yang pertama kali memeluk Islam adalah raja Berneo. Pendapat Esposito  ini sejalan dengan pendapat lainnya bahwa pihak raja atau sultan  yang lebih awal menyatakan diri masuk Islam, lalu kemudian diikuti oleh masyarakatnya.
Data dan informasi di atas memberi penegasan bahwa  raja Brunei sejak dahulu  besar perhatiannya terhadap Islam dan dapat diterima oleh  lapisan masyarakat. Mereka dapat menerima Islam dengan baik ditandai dengan sambutan positifnya  terhadap kedatangan pedagang Arab Muslim.  Islam masuk di Brunei melalui suatu proses yang panjang  tidak pernah berhenti. Menurut Ahmad M. Sewang ada suatu proses yang dinamakan adhesi, yaitu proses penyesuaian diri dari kepercayaan lama  kepada kepercayaan baru (Islam). Proses tersebut juga disebut proses islamisasi yang dapat berarti suatu proses yang tidak pernah berhenti.
Kedatangan Islam di Brunei membolehkan rakyat menikmati sistem kehidupan lebih tersusun dan terhindar dari adat yang bertentangan dengan akidah tauhid. Awang Alak Betatar adalah raja Brunei pertama yang memeluk Islam dengan gelar Paduka Seri Sultan Muhammad Shah (sultan ke-1 tahun 1383-1402). Ia dikenal sebagai penggagas kerajaan Islam Brunei. Awang penganut Islam sunni lebih dipecayai dari pada Syarif Ali yang berketurunan ahl al-bait, yang bersambung dengan keluarga Nabi Muhammad saw melalui pjalur cucunya Sayidina Hasan. Syarif Ali dikawinkan dengan putri Sultan Muhammad Shah, setelah itu ia dilantik menjadi raja Brunei atas persetujuan pembesar dan rakyat. Sebagai raja dan ulama, Syarif Ali gigih memperjuangkan Islam dengan membangun masjid dan penerapan hukum Islam. Satu hal yang menarik untuk diketahui bahwa meskipun Syarif Ali berketurunan ahl al-bait, tetapi tidak menjadikan pola pemerintahan yang berdasarkan  pola kepemimpinan Syiah yang dikenal immah, justru ia melanjutkan konsep kepemimpinan yang sudah ada yaitu sunni.
Raja-raja Brunei sejak dahulu kala secara turun temurun adalah kerajaan Islam dan setiap raja bergelar sultan. Di samping itu, kerajaan Brunei dalam kunstitusinya secara tegas menyatakan  bahwa kerajaan Brunei adalah negara Islam yang beraliran sunni (ahl  al-sunnah wa al-jama‘ah). Islam berkembang di Brunei karena pihak kesultanan menjadikan sunni  sebagai prinsip ketatanegaraan dan pemerintahan dalam Islam. Menurut Hussin Mutalib bahwa pihak Sultan pernah memperingatkan agar hati-hati terhadap Syiah. Aliran Syiah di Brunei tidak mendapat posisi penting untuk berkembang bahkan menjadi ancaman bagi Sultan.
Pada masa Sultan Hassan (sultan ke-9 tahun 1582-1598), dilakukan beberapa hal yang menyangkut tata pemerintahan: 1) menyusun institusi-institusi  pemerintahan agama, karena agama memainkan peranan penting dalam memandu negara Brunei ke arah kesejahtraan, 2) menyusun adat istiadat yang dipakai dalam semua upacara, di samping itu menciptakan atribut kebesaran dan perhiasan raja, 3) menguatkan undang-undang Islam.
Pada tahun 1967, Omar Ali Saifuddin III (sultan ke-28 tahun 1950-1967) telah turun dari tahta dan melantik putra sulungnya Hassanal Bolkiah menjadi sultan Brunei ke-29 (1967-sekarang). Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei Town telah diubah namanya menajdi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa Baginda yang meninggal dunia tahun 1986. Usaha-usaha pengembangan Islam diteruskan oleh Yang Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Wadaulah. Di antara usahanya yaitu pembinaan masjid, pendidikan agama, pembelajaran al-Qur’an dan perundang-undangan Islam.
Setelah Brunei merdeka penuh tanggal 1 Januari 1984, Brunei menjadi sebuah negara Melayu Islam Braja. Melayu diartikan sebagai negara Melayu yang memiliki unsur-unsur kebaikan dan menguntungkan. Islam diartikan sebagai suatu kepercayaan yang dianut negara yang bermazhab ahl al-sunnah wa al-jama’ah sesuai dengan kontitusi  cita-cita kemerdekaan, sedang Braja diartikan sebagai  suatu sistem tradisi Melayu yang telah lama ada. Penduduk Brunei yang mayoritas Melayu dan penganut agama Islam terbesar di Brunei tentu saja merekalah yang menentukan tatanan negara dengan tetap memperhatikan kemajuan Islam yang berhaluan ahl al-sunnah wa al-jama‘ah dan menjaga kelestarian dan mempertahanakan adat istiadat yang berlaku.
Islam sebagai agama resmi negara Brunei dan agama mayoritas, namun  agama lain tidak dilarang. Kementerian agama Brunei  berperan besar dalam menentukan kebijaksanaan dan aturan bagi penduduknya. Buku-buku keagamaan harus lebih dahulu melalui sensor kementerian itu sebelum boleh beredar di masyarakat. Segala bentuk patung dilarang, walaupun patung Winston Churuchil dibangun di perempatan  utama di ibu kota Bandar Seri Begawan. Hukum Islam berpengaruh besar pada undang-undang di negara itu. Kementerian agama sangat  berhati-hati  terhadap unsur-unsur yang dapat merusak akidah tauhid, sehingga buku pun harus disensor dan tidak lagi diizinkan pembangunan patung yang dianggap juga dapat merusak iman seseorang.
Selain itu, yang perlu juga diketahui bahwa Brunei  sebagai negara Islam di bawah pemimpin sultan ke-29 yaitu Sultan Hassanal Bolkiah. Sultan ini telah banyak melakukan usaha penyempurnaan pemerintahan antara lain dengan melakukan pembentukan majelis Agama Islam atas dasar Undang-Undang Agama dan Mahkamah Kadi. Majelis ini bertugas menasehati Sultan dalam masalah agama Islam. Usaha lain yang dilakukan yaitu  menjadikan Islam benar-benar berfungsi sebagai pandangan hidup rakyat Brunei dan satu-satunya idiologi negara. Untuk itu, dibentuklah jabatan Hal Ehwal Agama yang bertugas menyebarkan paham Islam. Untuk kepentingan penelitian  agama Islam, pada tanggal 16 September 1985 didirikan pusat dakwah, yang juga bertujuan melaksanakan program dakwah serta pendidikan kepada pegawai-pegawai agama dan masyarakat luas dan pusat pameran perkembangan dunia Islam. Atas dasar itu,  sehingga secara kuantitas masyarakat Muslim di Brunei semakin hari semakin bertambah banyak.
Brunei sebagai negara yang  berpenduduk mayoritas muslim dan Sultan menjadikan Islam sebagai idiologi negara, telah banyak melakukan aktifitas baik bersifat nasional maupun internasioal. Di bulan Juni 1991, Brunei sebagai tuang rumah penyelenggaraan  Pertemuan  Komite Eksekutif Dewan Dakwah Islam Asia Tenggara dan Pasific, di bulan Oktober 1991, Sultan menghadiri pembukaan  Budaya Islam di Jakarta, di bulan Desember 1991, Sultan menghadiri  pertemuan Organisasi Konfrensi Islam (OKI) yang diselenggarakan di Qatar, di bulan September 1992, didirikan lembaga yang bergerak di bidang finansial yaitu Tabung Amanah Islam Brunei (TAIB), lembaga keuangan ini dikelola secara profesional sesuai dengan prnsip dasar Islam. Data sejarah ini menunjukkan bahwa Sultan memiliki perhatian dan semangat besar untuk mengembangkan Islam dan menyejahtrakan kehidupan umat Islam Brunei.
Untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan umat Islam Brunei, Sultan dalam sambutannya dalam peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw. tahun 1991 mengeluarkan dekrit yang isinya melarang organisasi al-Arqm melakukan aktifitas keagamaan. Sultan memerintahkan seluruh jajaran pemerintahannya agar melarang organisasi asing melakukan kegiatan yang dapat mengancam keutuhan dan keharmonisan umat Islam yang selama ini sudah terbina dengan baik. Organisasi al-Arqm dianggap organisai yang akan memeceh belah umat Islam dan berusaha menghilangkan tradisi Melayu di Brunei.
Dalam satu sumber dikatakan bahwa di Brunei seluruh pendidikan rakyat mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi ditanggung oleh negara atau diberikan secara gratis. Perhatian negara terhadap peningkatan sumber daya manusia menjadi prioritas, utamanya pengembangan sumber daya manusia islamik. Salah satu langkah yang ditempuh dalam peningkatan ini yaitu negara mengirim sejumlah kaum muda untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri atas biaya negara, sehingga jumlah siswa yang dikirim setiap tahunnya mencapai angka 2000 orang. Pendidikan gratis di semua tingkatan, menunjukkan bahwa Brunei adalah negara kaya.Meskipun Brunei yang luas wilayahnya tergolong kecil, menempati urutan 148 di dunia (setelah Siprus dan sebelum Trinidad dan Tobago) sebanding dengan luas wilayah kabupaten Aceh Tengah. Anggota ASEAN  ini merupakan salah satu negara makmur di dunia dengan tingkat income percapita masuk 10 besar dunia. Karena itu, sangat beralasan bila agama Islam di negara ini mengalami perkembangan yang cepat dan mempunyai istana besar dan megah. Perdagangannya yang maju antara lain menjadikan negara nomor satu dalam angka “Export per capita”
C.    KERAJAAN – KERAJAAN DI BRUNEI DARUSSALAM
Kerajaan Brunei merupakan salah satu kerajaan tertua di antara kerajaan-kerajaan lain di tanah Melayu. Keberadaan Kerajaan Brunei diperoleh berdasarkan catatan Cina, Arab, dan tradisi lisan. Dalam catatan sejarah Cina, Brunei pada jaman dahulu dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan Bunlai. Dalam catatan Arab, Brunei disebut dengan Zabaj atau Randj. Sedangkan pada catatan tradisi lisan Syair Awang Semaun (SAS), kata Brunei berasal dari perkataan baru nah yang bermakna ”tempat yang sangat baik”. Sumber-sumber dari berbagai bangsa yang meriwayatkan Brunei amat beragam.
Kerajaan Brunei dapat disebut sebagai kerajaan Melayu yang paling lama bertahan. Dengan eksistensinya yang cukup lama, maka perunutan sejarahnya juga memerlukan sistematika penulisan yang komprehensif, mencakup fase-fase penting kepemimpinan. Dalam hal ini, sejarah Kerajaan Brunei dapat ditelusuri melalui dua fase, yaitu fase pra-Islam pada masa Kerajaan Brunei Tua, dan fase Islam pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Shah dengan nama Kerajaan Brunei.
1.       Kerajaan Brunei Pra-Islam
Data tentang sejarah Kerajaan Brunei pra-Islam tidak banyak ditemukan. Beberapa sumber, termasuk berbagai buku dari Pusat Sejarah Brunei sendiri hanya menyentil sedikit data. Catatan-catatan mengenai Kerajaan Brunei pra-Islam yang ditemukan hanya diperoleh melalui secuil manuskrip yang bersumber dari sejarah Cina. Namun, catatan sejarah tersebut lebih banyak bercerita tentang Kerajaan Puni. Hal itu dapat dimaklumi, karena Kerajaan Puni merupakan kerajaan terakhir sebelum berubah menjadi Kerajaan Brunei dengan tata pemerintahan Islam.
Mengacu pada sejarah Cina, Kerajaan Brunei telah ada semenjak abad ke-6 M. Hal itu terbukti dengan adanya hubungan perdagangan Brunei dengan Dinasti Liang (502-566 M) di Cina. Kala itu, Brunei lebih dikenal dengan nama Po-li. Penyebutan nama Kerajaan Brunei berbeda-beda sesuai dengan sebutan yang digunakan oleh masing-masing Dinasti Cina.
Selanjutnya, Kerajaan Brunei tetap dikenal dengan sebutan yang sama pada masa Dinasti Tang (618-906 M), dan berubah menjadi Po-lo saat terjadi hubungan perdagangan dengan Dinasti Sung (960-1279 M), dan kemudian menjadi Po-ni (Puni) semasa Dinasti Ming (1368-1643 M).
Letak geografis Kerajaan Brunei pra-Islam, jika mengacu pada sejarah Cina ialah sebelah tenggara Canton dengan jarak pelayaran dari Canton ke Brunei sejauh tiupan angin biasa berjarak 60 hari. Hsu Yun-tsiau, sejarawan Cina, meneliti bahwa kerajaan ini mungkin terletak di pantai timur tanah Melayu, yakni Kelantan.
Sebelum menjadi Kerajaan Brunei seperti sekarang ini, oleh Pusat Sejarah Brunei, lebih banyak disebut sebagai Kerajaan Brunei Tua dibandingkan dengan nama-nama Cina sebagaimana yang dikenal dalam sejarah Cina. Sebab beberapa istilah Cina seperti Po-li, Po-lo maupun Puni tidak terlalu dekat dengan kata ”Brunei” saat ini.
Mengingat bahwa Po-li, Po-lo, Puni, dan Brunei merujuk pada tempat yang sama, maka boleh jadi mereka memiliki adat kebiasaan yang sama. Sayangnya, rekam sejarah tentang Kerajaan Brunei Tua yang ditemukan saat ini sangat minim, sehingga gambaran peristiwa masa silam tak dapat terekam dengan jelas kecuali beberapa aktivitas penduduk di Kerajaan Puni berikut ini.
Aktivitas Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Sejauh ini, gambaran sejarah yang ditemukan baru mengungkapkan adat kebiasaan orang Puni (Brunei di masa Dinasti Ming, tahun 1368-1643 M). Orang Puni pada masa itu sering melakukan hubungan perniagaan (pertukaran barang) dengan Negeri Cina. Disebutkan bahwa berlangsungnya perniagaan akan dimulai setelah kapal Cina berlabuh selama tiga hari, baru kemudian Raja Puni memulai menaksir harga tiap-tiap barang. Selama berunding masalah harga, Raja Puni akan menjamu para tamunya dengan beragam masakan. Setelah harga ditetapkan, maka dipukullah gong sebagai pertanda peradagangan dimulai. Konon, jika harga barang belum ditetapkan, maka siapapun tidak diperbolehkan untuk memulai membeli. Barang siapa yang melanggar ketetapan tersebut maka akan dihukum mati, kecuali saudagar, hukumannya akan diringankan. 
Ketika dinasti Ming berkuasa, beberapa barang perniagaan yang ditukarkan pada masa itu berupa tikar emas, tembikar, porselen, plumbun (lead), barang perak, emas, kain sutera, kain kasa, dan kiap. Adapun barang-barang yang diperoleh dari Cina di antaranya yaitu berupa kapur barus, tanduk rusa, timah, gelang dari gading gajah, kulit kura-kura, sarang burung, wangi-wangian, kayu cendana, lilin lebah, dan rempah-rempah.
Selain dengan Cina, Kerajaan Puni memiliki hubungan perdagangan dengan Kochin, Jawa, Singapura, Pahang, Terengganu, Kelantan, serta negeri-negeri sekitar Siam.
Adat kebiasaan orang Puni di masa lalu juga terekam dalam jejak sejarah yang bercerita tentang kebiasaan orang Puni dalam melangsungkan pemakaman. Pada masa itu, jika ada orang yang mati, maka mayatnya akan dimasukkan keranda yang dibuat dari buluh, kemudian dibawa ke hutan dan ditinggalkan begitu saja. Dua bulan kemudian, barulah pihak keluarga mulai bercocok tanam (dalam kisah ini tidak diceritakan tempat keluarga tersebut bercocok tanam, apakah di tempat mayat atau di tempat lain).
Selain itu, orang-orang Puni juga biasa mengadakan kenduri setiap tahun hingga tujuh tahun. Selama itu, mereka mengadakan jamuan, bersuka ria, menari dan menyanyi dengan diiringi gendang seruling dan bunyi-bunyian seperti gong, canang, tawak-tawak, dan gulingtangan. Jamuan makanan diletakkan di atas daun yang kemudian mereka buang setelah makan.
Orang-orang Puni juga mempunyai tradisi yang khas terutama dalam hal meracik obat luka yang dikenal dengan nama pokok. Obat luka itu berasal dari akar. Oleh orang Puni, akar itu digoreng sampai hangus lalu abunya digosokkan ke bagian yang luka. Menurut riwayatnya, meski luka itu dapat menyebabkan kematian, namun mereka yakin bahwa luka itu tetap dapat disembuhkan dengan obat tersebut.
Dalam hal agama, beberapa penduduk Puni menganut agama Buddha. Walaupun menganut agama Buddha, namun mereka tidak memiliki arca. Tetapi, mereka membangun rumah Buddha yang bertingkat-tingkat, dengan atap yang berbentuk menara. Sementara, di bawah menara terdapat dua buah rumah kecil berisi mutiara yang dinamakan Sen Fu (Sacred Buddha). Pada saat hari Buddha tiba, Raja Puni berangkat ke upacara untuk memuja bunga dan buah yang diadakan selama tiga hari bersama penduduk negeri itu.
Meskipun banyak penduduk Puni menganut agama Buddha, terdapat segelintir orang yang sudah menganut agama Islam. Hal ini terbukti dengan ditemukannya makam-makam Islam serta beberapa orang muslim yang menjadi utusan Raja Puni dalam melakukan pertukaran niaga ke Cina.
Raja-raja Puni sebelum tahun 1368 M disinyalir beragama Buddha, kecuali Raja Puni yang bernama Ma-ha-mo-sha yang seorang muslim. Hal ini tersirat dari perbekalan yang diberikan oleh Raja Cina kepada Raja Puni Ma-ha-mo-sha, berupa daging-daging yang bukan babi. Selain itu, kata ”Ma” dalam istilah Cina biasanya merujuk kepada orang Islam. Ma-ha-mo-sha inilah yang menjadi Raja Puni semasa pemerintahan Hung-wu dalam Dinasti Ming, yang dalam sejarah Brunei tak lain adalah Sultan Muhammad Shah atau Sultan Brunei I. Di sinilah sesungguhnya pemerintahan Islam di Kerajaan Brunei dimulai.  
2.      Kerajaan Brunei Islam
Rentang sejarah pemerintahan Islam di Kerajaan Brunei diawali semenjak dipimpin oleh Raja Puni Ma-ha-mo-sha tahun 1363 M. Pada masa pemerintahan Islam, terjadilah rentetan peristiwa sejarah yang mencatat bahwa Kerajaan Brunei Islam ini mengalami pasang surut yang disebabkan oleh penaklukan kerajaan lain serta munculnya kolonialisme di Asia Tenggara yang kemudian mempengaruhi situasi politik di dalam negeri.
Rentetan sejarah itu digambarkan dalam beberapa fase pemerintahan, yaitu:
ü  Fase kerajaan Brunei Islam sebelum kolonialisme yang terjadi pada masa pemerintahan Sultan Muhammad shah atau Sultan Brunei I hingga Sultan Bolkiah alias Sultan Brunei ke lima.
ü  Fase kerajaan Brunei Islam masa kolonialisme yang terjadi saat tampuk pemerintahan dijalankan oleh Sultan Abdul Kahar alias Sultan Brunei ke enam.
ü  Fase kerajaan Brunei Islam pascakolonialisme yang terjadi pada masa pemerintahan Sultan Hassanal Bolkiah hingga saat ini.

1)      Kerajaan Brunei Islam Sebelum Kolonialisme
Perkembangan agama Islam di Brunei tidak lepas dari pengaruh para musafir, pedagang Arab, serta mubaligh-mubaligh yang berdatangan silih berganti sejak sebelum tahun 977 M. Pada masa itu, agama Islam belum menjadi agama resmi di Kerajaan Brunei. Agama Islam baru menjadi agama resmi pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Shah (1363-1482). (Al-Sufri, 1992; 2000), dan berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Syarif Ali atau Sultan Brunei III.
Dalam sejarahnya, pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Shah, Kerajaan Brunei pernah menjadi daerah di bawah pengaruh Majapahit (Matassim, 2004). Dalam syair Nagarakretagama yang ditulis dalam tulisan Kawi karangan Prapanca, menyebutkan bahwa Brunei ada di antara negeri-negeri yang takluk di bawah kekuasaan Majapahit. Menurut Salasilah Raja-Raja Brunei juga disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Shah atau Raja Awang Alak Betatar alias Sultan Brunei I, Kerajaan Brunei pernah takluk di bawah kekuasaan Majapahit, sehingga setiap tahunnya wajib memberikan upeti sebanyak 40 kati kapur barus. Kemudian, setelah Patih Gajah Mada mangkat, Kerajaan Brunei melepaskan diri dari pengaruh Majapahit.
Pergantian tampuk kepemimpinan terjadi ketika Raja Puni yang bernama Ma-ha-mo-sha alias Sultan Muhammad Shah mangkat tahun 1402 M. Jenazahnya kemudian dimakamkan di luar pintu An Teh Boon Goh (di daerah Nanking, Cina). Setelah pemakaman, Raja Cina bertitah agar putera Raja Puni yang bernama Hsia-wang diangkat menjadi raja. Namun, karena Hsia-wang masih berusia empat tahun, maka tahta kerajaan kemudian diserahkan kepada Sultan Ahmad yang tak lain ialah keponakan Ma-ha-mo-sha. Sultan Ahmad kemudian dicatat dalam sejarah sebagai Sultan Brunei II.
Setelah 17 tahun berkuasa, Sultan Ahmad mangkat dan digantikan oleh menantunya, Sultan Sharif Ali. Hal itu dikarenakan Sultan Ahmad tidak memiliki anak laki-laki. Pada masa ini, Kerajaan Puni memiliki wilayah yang cukup luas meliputi Sabah, Brunei dan Sarawak yang berpusat di Brunei. Pada masa inilah terjadi perubahan besar dalam sejarah Kerajaan Brunei Tua. Kerajaan Puni berubah menjadi Kerajaan Brunei bersamaan dengan perpindahan Kerajaan Brunei Tua ke Kota Batu. Pergantian nama ini berkaitan dengan putusnya hubungan dagang antara Brunei dengan Cina. Berdasarkan sumber yang ada, alasan putusnya hubungan perdagangan dua kerajaan tersebut disebabkan oleh pergantian sultan, yang kemudian berimplikasi pada perubahan kebijakan politik luar negeri.
Sultan Sharif Ali disinyalir merupakan anak cucu Sayidina Hasan, cucu Rasulullah Saw. Beliau juga pernah menjadi Amir Masjid Makkah. Ketika menjadi raja, Sultan Sharif Ali berjuang keras menyebarkan Islam kepada penduduk Brunei. Meski Islam telah ada di Brunei semenjak abad ke-9, namun masih banyak pengaruh Hindu-Buddha dalam keseharian masyarakat. Konon, Sultan Sharif Ali membangun masjid bertingkat tiga dan banyak meninggalkan warisan kebudayaan Islam yang agung. Sultan Sharif Ali menerapkan corak kepemimpinan yang adil dan teratur dengan berasaskan hukum Islam. Pada masa ini, Brunei menjadi negeri yang aman dan sentosa. Itulah sebabnya, kemudian Brunei mendapat sebutan ”Darussalam”, yang berarti negeri yang aman.
Kerajaan Brunei yang aman sentosa semakin berjaya setelah jatuhnya Kerajaan Melaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 M, karena Sultan Brunei saat itu, yaitu Sultan Bolkiah, mengambil alih kepemimpinan Islam dari Melaka sehingga Brunei menjadi pusat perkembangan Islam di wilayah-wilayah taklukan dan sekitarnya. Sejak saat itulah Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya. Kebesaran dan kegagahan Brunei pada zaman pemerintahan Sultan Bolkiah dianggap sebagai zaman keemasan Empayar Brunei. Pada masa ini, wilayah pemerintahan tak hanya mencakup keseluruhan Pulau Borneo, namun hingga Pulau Palawan, Sulu, Balayan, Mindoro, Bonbon, Balabak, Balambangan, Bangi, Mantanai, dan Saludang. Sayangnya, kegemilangan dan kejayaan ini tak berlangsung lama. Sultan Bolkiah mangkat pada tahun 1524 M. Estafet kepemimpinan Brunei diberikan kepada Sultan Abdul Kahar semasa Sultan Bolkiah masih hidup. Pada masa Sultan Abdul Kahar inilah mulai terjadi kolonialisme Eropa di Asia Tenggara, tak terkecuali di Kerajaan Brunei.
2)      Kerajaan Brunei Islam pada Masa Kolonialisme
Kolonialisme di Kerajaan Brunei terjadi pada tahun 1578 M pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kahar. Sebenarnya, penjajah sudah lama ingin menaklukkan Brunei semenjak mengetahui keelokan negeri ini pada tahun 1521 M silam. Pada tahun 1578 M terjadi perselisihan di kalangan internal istana yang melibatkan Sultan Saiful Rijal dengan dua pengiran Brunei yang dikenal dengan ”Perang Kastila”. Situasi istana yang tidak kondusif itu dimanfaatkan oleh Spanyol untuk menaklukkan Brunei.
Upaya penaklukan Kerajaan Brunei bermula ketika pihak kolonial Spanyol menyampaikan surat yang berisi permohonan kepada baginda raja Sultan Saiful Rijal agar memberi keleluasaan kepada para misionaris untuk turut menyebarkan ajaran Kristiani dan memberikan jaminan keselamatan bagi mereka di Brunei. Bahkan, isi surat tersebut menghina kesucian dan kemuliaan Islam serta Nabi Muhammad Saw. Surat tersebut menjadikan baginda Sultan marah besar. Bulan April 1578 M, terjadilah pertempuran antara Kerajaan Brunei dengan pihak penjajah yang memakan banyak korban jiwa dari pihak tentara Brunei. Selain itu, terjadi perampasan harta benda milik istana dan pembesar-pembesar kerajaan oleh kolonial Spanyol. Kendati sempat porak-poranda akibat pertempuran itu, namun semangat juang dan nasionalisme rakyat Brunei berhasil memukul mundur musuhnya pada bulan Juli 1578 M.
Sultan Saiful Rijal mangkat pada tahun 1581 M dan digantikan oleh Sultan Shah Brunei. Masa pemerintahan Sultan Shah Brunei terbilang paling singkat yaitu pada tahun 1581 hingga 1582 M saja. Saking singkatnya, tak banyak cerita yang didapat dari masa pemerintahan beliau ini. Tampuk kepemimpinan Kerajaan Brunei kemudian diteruskan oleh Sultan Mohammad Hasan (1582-1598 M) yang sukses mengembalikan masa kejayaan Brunei di masa lalu.
Pada masa ini, terlihat kemajuan di berbagai bidang, di antaranya bidang pendidikan, keagamaan, serta perdagangan. Kemajuan di bidang pendidikan ditandai dengan banyaknya sekolah-sekolah Islam yang didirikan. Di bidang keagamaan, kegiatan dakwah Islam ramai dikunjungi orang. Saat itu, perdagangan juga berjalan dengan sangat baik sehingga kemashuran Brunei terdengar dimana-mana.
Masa kejayaan itu terenggut ketika Kerajaan Brunei berada di bawah kolonial Inggris. Kala itu, James Brooke datang dari Inggris pada tahun 1839 ke Serawak dan menjadi raja disana. Ia menyerang Kerajaan Brunei sehingga Kerajaan Brunei kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Sedikit demi sedikit kekuasaan Kerajaan Brunei mulai terkikis. Khawatir akan kehilangan yang lebih besar dari wilayah kekuasaannya, maka pada tahun 1888 M, Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin meminta perlindungan pihak Great Britain (Inggris). Kerajaan Brunei kemudian menyepakati Perjanjian Persahabatan dan Perniagaan dengan Inggris. Sayangnya, perjanjian tersebut tidak memberikan keuntungan bagi Brunei. Oleh sebab itu, Kerajaan Brunei kemudian memperbaharui perjanjian baru dengan Inggris yang disebut dengan Perjanjian Naungan dan Perlindungan yang sekali lagi tidak menguntungkan Brunei. Bahkan, akibat perjanjian ini, Brunei kehilangan wilayah Limbang dan serta merta mempersempit wilayah kekuasaan Kerajaan Brunei.
Perjanjian demi perjanjian kemudian dibuat susul menyusul pada tahun 1905, kemudian, 1906, 1959, 1971, hingga perjanjian tahun 1979 M yang merupakan perjanjian tambahan untuk merevisi perjanjian tahun 1888. Perjanjian-perjanjian tersebut dibuat guna mengakhiri perjanjian istimewa antara Kerajaan Brunei dengan Inggris yang bertentangan dengan tanggung jawab antar bangsa sebagai negara yang berdaulat.
Pada tahun 1960an terjadi beberapa peristiwa penting terkait dengan pembentukan negara Malaysia, yang saat itu mencakup wilayah Persekutuan Tanah Melayu, Sabah, Sarawak, Singapura, dan Brunei. Karena beberapa perundingan terkait jaminan masa depan Brunei tidak disepakati, maka Brunei mengambil keputusan untuk tidak masuk ke dalam negara Malaysia dan membentuk kedaulatan sendiri.
Demi mewujudkan kedaulatan yang mandiri, maka pada tahun 1962, Kerajaan Brunei mengadakan pemilihan umum pertama, yang sayangnya terkotori oleh penghianatan beberapa pemimpin-pemimpin yang tergabung dalam Tentera Nasional Kalimantan Utara (TNKU) untuk menggulingkan kerajaan yang sah. Peristiwa itu sempat memakan korban jiwa yang tidak sedikit, namun banyak memberi pelajaran bagi Kerajaan Brunei di masa depan.
Keadaan sempat membaik hingga pada tahun 1967 ketika Sultan Haji Omar ‘Ali Saifuddin menurunkan diri dan mengangkat putra sulungnya, Sultan Hassanal Bolkiah menjadi Sultan Brunei ke-29. Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei Town, diubah namanya menjadi Bandar Seri Begawan guna mengenang jasa baginda. Baginda mangkat pada tahun 1986.
3)      Kerajaan Brunei Islam Pasca Kolonialisme
Sultan Hasanal Bolkiah diangkat menjadi Sultan semenjak tahun 1967 ketika Kerajaan Brunei belum merdeka. Namun, ia telah berhasil memajukan negeri Brunei dan memprakarsai kemerdekaan Brunei melalui pembaharuan perjanjian-perjanjian Brunei dengan Inggris.
Pada tahun 1961, Sultan Hassanal Bolkiah diangkat menjadi Duli Pengiran Muda Mahkota pada usia 15 tahun. Beliau kemudian dinobatkan menjadi Sultan Brunei ke-29 di usia 21 tahun. Semenjak menjadi Duli Pengiran Muda Mahkota, baginda telah memberikan kecenderungan terhadap kemajuan dan pembangunan negara di bidang agama, ekonomi, pendidikan, sosial, kebudayaan, hingga keamanan.
Pada masa pemerintahannya, pada tanggal 1 Januari 1984, Kerajaan Brunei merdeka dan menjadi kerajaan yang berdaulat. Usaha menuju ke arah kemerdekaan ini sebelumnya telah dirintis oleh ayahanda beliau, Sultan Haji Omar ‘Ali  Saifuddin Sa‘adul Khairi Waddien yang dengan penuh kebijakan menandatangani Perjanjian Perlembagaan Bertulis Negeri Brunei tahun 1959.
Sejak awal pengangkatannya, Sultan Hassanal Bolkiah merombak sistem kementrian dan berusaha mewujudkan tata pemerintahan yang bersih, jujur, amanah, sesuai dengan konsep dan falsafah negara, sebagai ”Negara Melayu Islam Beraja”. Pada masa ini, Sultan Hassanal Bolkiah juga mendirikan sebuah masjid termegah dan terbesar di Brunei, yang ia beri nama ”Masjid Jami‘ Asr-Hassanil Bolkiah”.
Masjid yang dibangun tahun 1988 ini tidak hanya menaungi kurang lebih 3.000 umat Islam untuk sholat berjamaah, melainkan juga menjadi tempat yang istimewa karena dilengkapi dengan ruang perpustakaan, ruang pertemuan serta lounge yang sangat indah. Model arsitektur dan interior masjidnya menjadi kebanggaan kaum muslim dan keluarga besar Kesultanan Brunei Darussalam. Arsitektur Masjid Jami‘ Asr-Hassanil Bolkiah mampu menyaingi arsitektur dan interior Masjidil Haram di Makkah.
Kini, masa kejayaan Kerajaan Brunei dapat dikatakan terulang kembali semenjak dipimpin oleh Sultan Hassanal Bolkiah Mu‘izzaddin Waddaulah (1967-kini). Sebagai negeri kaya minyak dan dengan penerapan ekonomi syariah, limpahan rejeki seakan tak pernah surut di bumi Brunei Darussalam.
D.    Kerajaan Islam Melayu ; Fenomena Malayu Islam Braja (MIB)
Sri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Wadaulah, Sultan dan yang di-pertuan Brunei Darussalam yang mengawali bagaimana pentingnya MIB pada tahun 1991. Menurutnya, MIB merupakan “identitas dan citra yang kokoh ditengah-tengah Negara-negara non-sekuler lainnya di dunia”. Maka wajar, ketika kerajaan ini menyambut tahun 1991, diiringi dengan berbagai perayaan peristiwa-peristiwa keagamaan.
Oleh karena itu, ideology resmi Negara atau falsafah kehidupan bernegara tercantum dalam MIB tersebut. Hal ini, bisa dilihat dengan pernyataan sebuah surat kabar resmi pemerintah yang menggambarkan sebagai berikut”..Kerajaan Islam Melayu menyerukan kepada masyarakat untuk setia kepada Rajanya, melaksanakan Islam dan menjadikannya sebagai jalan hidup serta jalan kehidupan dengan mematuhi segala karakteristik dan sifat dasar bangsa Melayu sejati Brunei Darussalam, termasuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa Utama..”.
Munculnya MIB ini, barangkali sangat berpengaruh oleh kentalnya ajaran islam yang diamalkan masyarakatnya, sehingga berpengaruh sampai dalam kehidupan bernegara. Sejak awal kemerdekaannya, Brunei dikenal sebagai Negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Terkait dengan ini, Islam di Brunei sejak awal kedatangannya sampai saat ini masih eksis. Atau hal ini, muncul karena peran yang sangat dominan dari etnis Melayu dalam mengembangkan institusi-institusi Islam dan Kesultanan Melayu. Karena hal ini, bisa dilihat dari semakin menguatnya beberapa bukti bahwa inti dari MIB adalah hasil elaborasi dari lembaga adat dan tradisi Melayu Brunei.
Dari sebuah hasil penelitian pada tahun 1984 oleh Departemen Sastra Melayu Universitas Brunei Darussalam, menyebutkan bahwa beberapa perubahan social yang terjadi di Brunei dapat dikategorikan sebagai berikut:
  1. Penduduk Brunei Darussalam seluruhnya, baik secara cultural maupun psikologis, sedang mengatasi keragaman yang ada ditengah-tengah mereka, disebabkan oleh kondisi geografis dan histories di Brunei Darussalam sendiri.
  2. Kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai hukum dan ketertiban, kesejahteraan, pendidikan, dan pembangunan ekonomi telah mendominasi kehidupan seluruh rakyat Brunei Darussalam.
  3. Sebagai akibat dari proses-proses social diatas, penduduk Brunei Darussalam semakin memilih pola hidup bersama.
Pada poin pertama diatas, yaitu adanya pluralitas etnik, diakui oleh Neville dalam penelitiannya “Penduduk yang diakui sebagai Melayu, meliputi : Melayu Lokal, Dusun, Murut, Kedayah, Bisayah, dan komunitas-komunitas lainnya dalam warga pribumi Brunei Darussalam, ditambah dengan warga Malaysia dan Indonesia”.
Sementara pada poin kedua, mempertegas adanya proses birokratisasi dalam pemerintahan Brunei Darussalam.
Sedangkan pada poin ketiga, memunculnya fenomena bahwa perlunya pembangunan sebuah ideology nasional dan mengartikulasikan budaya Nasional. Sebagai sebuah kesimpulan dalam penelitian tersebut, ditulis bahwa “Karena pemerintahan mendukung kuat terhadap konsep Kerajaan Islam Melayu, maka kultur khas Brunei Darussalam harus diusahakan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip ini”.
Ada hal yang menarik di Negara Brunei Darussalam ini, misalnya Pertama, larangan gerakan Islam al-Arqam, Kedua, larangan kepada orang-orang asing manapun yang menjadi ancaman keharmonisan system keagamaan di Brunei Darussalam. Darul Arqam yang berpusat di Suburd, Malaysia, maka mulanya dilarang oleh pemerintahan Malaysia, tetapi pada kenyataannya kelompok ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan ekonomi umat islam. Usaha ini, juga mengindikasikan semakin kuatnya keinginan pemerintah Brunei Darussalam untuk membedakan diri antara “islam Brunei” dengan “islam Bukan Brunei”. Atau dapat diinterpretasikan bahwa Pemerintah Brunei Darussalam ingin menciptakan garis pemisah antara yang dipandang sebagai islam pribumi dengan islam yang dianggap dari luar dan tidak sama dengan Islam Pribumi.
Pada perkembangan selanjutnya, Islam menjadi posisi yang sangat penting dalam Pemerintah Brunei Darussalam, baik sebagai ideology nasional maupun sebagai prinsip hidup yang mengatur kehidupan sehari-hari. Larangan pemerintah atas peredaran minum-minuman keras hingga perhatiannya terhadap proses Islamisasi melalui berbagai aktifitas keislaman, mengindikasikan perhatian komitmen Pemerintah Brunei Darussalam terhadap islam, baik sebagai agama maupun sebagai kultur Melayu Pemerintah Brunei Darussalam. Akan tetapi, pelarangan ajaran-ajaran islam “sempalan” maupun ajaran islam dari “luar”, menempatkan sampai saai ini, hanya satu anggota cabinet yang berasal dari kelompok Islam, dan amat minim yang bisa duduk di parlemen, akibat dari pemerataan penduduk Melayu-muslim dengan China sehingga sulit bagi muslim untuk menjadi calon legislative.
Secara umum dapat dikatakan bahwa dari sisi politik muslim Singapura masih menyisakan persoalan. Namun demikian, dilihat dari realitas yang terjadi ditengah masyarakat, isu politik boleh dikatakan tidak terlalu menarik bagi mereka, karena mereka berada pada posisi minoritas. Strategi perjuangan politis masih dianggap belum dapat membawa banyak keuntungan bagi masa depan mereka.
E.     Periode Pemerintahan
Mengacu pada catatan sejarah Cina, sejatinya periode pemerintahan Kerajaan Brunei semenjak masa pra Islam sampai masa pemerintahan Islam terbilang sangat lama, karena dapat bertahan hingga saat ini. Sehingga, berdasarkan perhitungan itu Kerajaan Brunei telah eksis selama kurang lebih 14 abad, yang dalam catatan sejarah Cina telah ada semenjak abad ke-6 pada masa Dinasti Liang, hingga sekarang.
F.     Wilayah Kekuasaan
Kerajaan Brunei ketika masih bernama Po-li menguasai 136 daerah. Pada masa kejayaannya, Kerajaan Brunei pernah menguasai seluruh Borneo (Pulau Kalimantan), Zulu, serta Luzon di Philipina. Saat ini, Brunei memiliki wilayah yang lebih kecil daripada masa lalu, yang berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat sampai timur wilayah itu, serta sebelah utara berbatasan dengan Laut China Selatan. Wilayah kekuasaan Brunei saat ini mencakup empat distrik, yaitu Belait, Brunei dan Muara, Temburong, serta Tutong, yang terbagi ke dalam 38 mukim dengan luas wilayah  5.765 km².
G.    Struktur Pemerintahan
Kerajaan Brunei di masa lalu dipimpin oleh seorang raja bergelar Sultan dibantu oleh beberapa wazir dan menteri yang mengurusi tugas dan peran masing-masing. Seorang wazir akan membawahi Cheteria-cheteria (sahibul bandar) serta beberapa orang menteri agama. Saat ini, pemegang tampuk pemerintahan tertinggi dipegang oleh raja bergelar sultan, yang membawahi 12 menteri sesuai dengan tugas masing-masing. Keduabelas jabatan kementrian di Brunei ialah
1.      Jabatan Perdana Menteri
2.      Menteri Luar Negeri dan Perdagangan
3.      Menteri Dalam Negeri
4.      Menteri Keuangan
5.      Menteri Pertahanan
6.      Menteri Pendidikan
7.      Menteri Perindustrian dan Sumber-sumber Utama
8.      Menteri Pembangunan
9.      Menteri Kebudayaan, Belia dan Sukan
10.  Menteri Kesehatan
11.  Menteri Agama
12.  Menteri Perhubungan. Masing-masing jabatan memiliki gelar tersendiri.

H.    Kehidupan Sosial Budaya
Semasa pra-Islam, masyarakat Melayu termasuk penduduk Brunei menganut agama Hindu-Buddha. Setelah Melaka jatuh ke tangan Portugis, Brunei menjadi motor penggerak perkembangan Islam bagi daerah-daerah lain di sekitarnya, di antaranya sebelah timur kepulauan Melayu hingga Pulau Luzon, Cebu, Otan dan sebagainya.
Penduduk Brunei di masa lalu dikenal memiliki adat-istiadat kesopanan yang tinggi. Menurut catatan Pigafetta dalam First Voyage Around the World yang dirujuk oleh Al-Sufri (1997), orang Brunei memiliki kebudayaan dan peradaban yang luhur. Hal itu tercermin tatkala pembesar (Gabenor) Brunei menjamu tamu dari Spanyol, mereka menghidangkan berjenis-jenis masakan dengan menggunakan sudu dari emas sehingga membuat takjub orang Spanyol.
Orang Brunei juga memiliki semangat nasionalisme yang tinggi, yang mereka sebut dengan semangat “kebruneian” (Al-Sufri, dkk., 1999). Nasionalisme yang sangat kental inilah yang konon pernah membuat tentara Spanyol dipaksa mundur teratur ketika akan menaklukkan Brunei.
Di masa sekarang ini, Kerajaan Brunei menggunakan asas syariat Islam dalam penerapan hukum perundang-undangannya yang disebut sebagai hukum syarak. Hukum syarak tersebut mencakup undang-undang jenayah Islam (hukum Islam), muammalah, undang-undang keluarga, serta undang-undang keterangan acara. Penerapan hukum Islam ini tak lain karena pengaruh kuat dari Sultan Sharif Ali yang kukuh ingin menjadikan penduduk Brunei sebagai muslim sejati. Hal ini kemudian berimplikasi terhadap perilaku penduduk Brunei yang senantiasa mendasarkan perilakunya sesuai dengan syariat Islam. Hal yang paling menonjol terlihat dari busana wanita-wanita Brunei yang dikenal dengan sebutan ”baju kurung” yang tak lain merupakan pengejawantahan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Cara pengamalan Islam di Brunei didasarkan pada mazhab Syafi‘i dalam bidang fikih dan ahlusunnah waljamaah di bidang akidah. Semenjak diproklamirkan sebagai negara merdeka, Brunei menerapkan konsep "Melayu Islam Beraja" sebagai falsafah negara yang kemudian menjadi pedoman hidup penduduk Brunei hingga kini.




BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Kerajaan Brunei merupakan salah satu kerajaan tertua di antara kerajaan-kerajaan lain di tanah Melayu. Keberadaan Kerajaan Brunei diperoleh berdasarkan catatan Cina, Arab, dan tradisi lisan. Dalam catatan sejarah Cina, Brunei pada jaman dahulu dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan Bunlai. Dalam catatan Arab, Brunei disebut dengan Zabaj atau Randj. Sedangkan pada catatan tradisi lisan Syair Awang Semaun (SAS), kata Brunei berasal dari perkataan baru nah yang bermakna ”tempat yang sangat baik”.
Islam telah masuk di Brunei Darussalam diperkirakan pada abad ke 13 Masehi, yaitu ketika Sultan Muhammad Shah pada tahun 1368 telah memeluk islam. Akan tetapi jauh sebelum itu, sebenarnya terdapat bukti bahwa islam telah berada di Brunei Darussalam ini. Misalnya dengan diketemukannya batu nisan seorang China yang beragama Islam dengan catatan tahun 1264 Masehi, Namun pada masa ini, Islam belum cukup berkembang secara meluas. Barulah ketika Awang Khalak Betatar memeluk Islam dengan gelar Sultan Muhammad Shah, islam mulai berkembang secara luas.
Kerajaan Brunei dapat disebut sebagai kerajaan Melayu yang paling lama bertahan. Dengan eksistensinya yang cukup lama, maka perunutan sejarahnya juga memerlukan sistematika penulisan yang komprehensif, mencakup fase-fase penting kepemimpinan. Dalam hal ini, sejarah Kerajaan Brunei dapat ditelusuri melalui dua fase, yaitu fase pra-Islam pada masa Kerajaan Brunei Tua, dan fase Islam pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Shah dengan nama Kerajaan Brunei.



B.     SARAN
Tetaplah mencari tahu sejarah perkembangan Islam di seluruh dunia dengan membaca berbagai referensi yang ada guna untuk menambah wawasan anda serta menumbuh kembangkan rasa cinta terhadap agama islam. Jangan sekali – kali merasa bosan dan jenuh untuk menambah wawasan anda semua, sebaiknya jangan pula merasa puas akan wawasan pengetahuan yang anda miliki dan teruslah menambahnya.



DAFTAR PUSTAKA

Ø  Al-Sufri, Haji Awang Mohd. Jamil. 2001. Tarsilah Brunei: Sejarah Awal dan Perkembangan Islam. Kementrian Kebudayaan.
Ø  Azra, Azyumardi. 1989. Islam di Asia Tenggara. Yayasan obor. Jakarta
Ø  Hadi Muthohar, Abdul. 2003. Pengaruh Mazhab Syafi’i Di Asia Tenggara. Aneka Ilmu. Semarang
Ø  Al-Sufri, Haji Awang Mohd. Jamil. 2000. Latar Belakang Sejarah Brunei. Kementrian Kebudayaan.

1 komentar:

  1. Assalamualaikum... Maaf ya SOBAT saya mau jujur bahwa awalnya saya hanya mencoba-coba bermain togel karna saya terlilit hutang yang sangat banyak sekitar Rp 235 juta karna hutang saya banyak akhirnya saya mencari jalan pintas meskipun itu dilarang agama islam apa boleh buat nasi sudah jadi bubur dan akhirnya saya menemukan seorang dukun yang bisa membantu saya melalui jalan togel dengan lantaran bantuan MBAH WIRANG kehidupan saya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya karna itu semua berkat bantuan MBAH WIRANG dengan waktu yang singkat saya sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup kita menjadi kaya, buktinya angka pemberian MBAH 4D nya pada tanggal 23/10/2016 yaitu 9512 tembus alhamdulillah saya menang sebanyak Rp.480 juta dan alhamdulillah semua hutang-hutang saya sudah bisa terlunasih juga... Mungkin saudara/saudari diluar sana lagi butuh angka togel 2D|3D|4D silahkan konsultasi atau minta bantuan dengan MBAH WIRANG jangan takut anda bisa hubungi di nomer ( 082346667564 / +6282346667564 )

    Tetap Semangat Semua Permasalahan Pasti Ada Jalan KeluarNya...

    BalasHapus